wmhg.org – JAKARTA. Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota Komisi XII DPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan 30% masyarakat paling mampu di Indonesia menikmati Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite. Ia menggarisbawahi bahwa subsidi yang ada saat ini cenderung tidak tepat sasaran.
Eddy Soeparno menggambarkan subsidi energi sebagai “poison pill”, artinya sesuatu yang harus diterapkan meski memberikan efek berat pada APBN. Terlebih, dari tahun ke tahun ada kecenderungan volume penyaluran BBM bersubsidi itu naik.
Artinya kita harus menahan, agar subsidi itu tepat sasaran. Pengguna Pertalite 30% masyarakat paling mampu di Indonesia. Begitu juga LPG 3 kg, 80% penggunanya adalah warga yang sebenarnya tidak berhak,” ungkap Eddy dalam agenda Hilir Migas Conference, Expo, & Awards 2024 di Jakarta, Kamis (12/12).
Untuk mengatasi ini, Eddy mendorong skema subsidi langsung kepada penerima yang berhak. Misalnya, untuk LPG 3 kg, pemerintah dapat memberikan bantuan langsung sebesar Rp 100.000 per keluarga per bulan, cukup untuk memenuhi kebutuhan 3 tabung LPG.
Pendekatan ini diharapkan mampu mengurangi beban subsidi pemerintah sekaligus menghindari ketimpangan sosial.
Meski pengalihan subsidi ke skema langsung dinilai lebih tepat sasaran, kekhawatiran terhadap dampak inflasi tidak dapat diabaikan. Eddy menyebut penyesuaian harga energi, seperti LPG, perlu diimbangi dengan langkah-langkah mitigasi untuk menjaga inflasi serendah mungkin.
Namun, penyesuaian harga diyakini bisa menjadi langkah awal untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sekaligus menjadi peluang untuk mendorong masyarakat beralih ke energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan, pentingnya tata kelola yang baik dalam kebijakan subsidi BBM.
Ia mengungkapkan bahwa transformasi subsidi perlu segera diputuskan oleh Presiden, agar Indonesia dapat mempercepat peningkatan kualitas bahan bakar. Salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah peningkatan angka cetane (CN) bahan bakar.
“CN 48 itu sebenarnya sudah tidak ada lagi di pasar internasional. Kalau biosolar, realitasnya angka cetane bisa mencapai 51-52, yang setara dengan solar keekonomian,” ujar Dadan.
Dadan menambahkan, transformasi ini, selain meningkatkan kualitas bahan bakar, juga diharapkan dapat mendukung target pemerintah dalam penggunaan energi yang lebih bersih dan efisien.
Selanjutnya: Harga Pangan di Jawa Timur Kamis (12/12): Beras Premium hingga Cabai Merah Naik
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Kebutuhan Dapur Terbaru, Ada Potongan Minyak Goreng Rp 10.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News