Jakarta, wmhg.org Indonesia – Wall Street cenderung dibuka menguat pada perdagangan hari ini: indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite naik masing-masing sebesar 0,15% dan 0,18%, sementara indeks Dow Jones melemah 0,2%.
Membuncahnya optimisme terkait damai dagang AS-China membuat saham-saham di AS menjadi incaran investor. Xinhua News Agency melaporkan bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He berbincang melalui sambungan telepon dengan perwakilan AS pada hari ini guna mendiskusikan negosiasi dagang lanjutan kedua negara, seperti dilaporkan Bloomberg News.
Dalam perbincangannya dengan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, Liu juga melakukan perbincangan mengenai penulisan kesepakatan dagang kedua negara.
Pemberitaan tersebut lantas mengonfirmasi bahwa kedua negara terus melakukan perbincangan secara intens untuk mencoba mengakhiri perang dagang yang sudah berbulan-bulan terjadi.
-
Ini Kata Bos Lippo Soal Nasib Meikarta
-
Ditengarai Kesulitan Likuiditas, Ini Jawaban Bos Lippo
-
Kepada Siapa Lippo Jual Mal Puri? Ini Penjelasan John Riady
Sebelumnya, Beijing menegaskan pihaknya bekerja siang dan malam demi terciptanya kesepakatan dagang dengan AS. Bahkan, China sudah mulai bicara soal menghapus pengenaan bea masuk.
Bea masuk menurunkan kepercayaan investor dan membuat korporasi menunda investasinya. Sekarang, kedua pihak bekerja keras untuk mencapai kesepakatan. Semua itu bertujuan untuk menghapus bea masuk sehingga perdagangan AS-China menjadi normal kembali, jelas Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen, mengutip Reuters.
Lebih lanjut, data ekonomi yang dirilis pada hari ini juga cukup mendukung bagi bursa saham Negeri Paman Sam. Tingkat inflasi periode Februari 2019 diumumkan sebesar 0,2% MoM, menyamai ekspektasi pelaku pasar, seperti dilansir dari Forex Factory.
Kenaikan tingkat harga yang sesuai dengan ekspektasi mengonfirmasi bahwa konsumsi masyarakat AS masih relatif kuat yang berarti perekonomian AS juga relatif kuat.
Di sisi lain, risiko bagi Wall Street datang dari ketidakpastian yang menghantui proses perceraian Inggris dan Uni Eropa (Brexit). Kemarin (11/3/2019), Perdana Menteri Inggris Theresa May telah berhasil mengamankan revisi kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa. Revisi yang dimaksud akan memberikan jaminan bahwa klausul backstop, jika diaktifkan, tak akan berlaku selamanya.
Namun, Jaksa Agung Inggris Geoffrey Cox tak sependapat. Menurut Cox, revisi kesepakatan Brexit tak memberikan kekuatan hukum bagi Inggris untuk keluar dari klausul backstop secara sepihak.
Sebagai informasi, backstop merupakan klausul yang akan diimplementasikan jika Inggris dan Uni Eropa tak bisa menyepakati kesepakatan dagang dalam masa transisi selama 21 bulan setelah Brexit resmi dimulai pada Maret 2019.
Backstop dibuat untuk mencegah adanya hard border antara Irlandia Utara (yang merupakan bagian dari Inggris) dan Irlandia (yang merupakan anggota Uni Eropa).
Backstop menjadi masalah lantaran ada ketidakjelasan mengenai implementasinya. Bisa saja itu diterapkan selamanya walau nanti Inggris-Uni Eropa berhasil menyepakati kesepakatan dagang.
Seiring dengan pendapat dari Jaksa Agung Inggris tersebut, ada kemungkinan bahwa revisi kesepakatan Brexit yang akan diajukan ke parlemen pada hari ini akan kembali ditolak mentah-mentah.
Lantas, No-Deal Brexit alias perpisahan Inggris-Uni Eropa tanpa kesepakatan menjadi risiko yang sangat nyata.
TIM RISET wmhg.org INDONESIA