wmhg.org – JAKARTA. Produsen sekaligus eksportir kopi sedang sumringah. Mereka menikmati cuan atas lonjakan nilai ekspor kopi Indonesia ke mancanegara.
Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, ekspor produk pertanian, kehutanan, dan perikanan meningkat 23,47% year on year (yoy) dari US$ 3,67 miliar pada Januari–Oktober 2023 menjadi US$ 4,55 miliar pada Januari–Oktober 2024. Kenaikan ini cukup dipengaruhi oleh ekspor komoditas kopi yang tumbuh signifikan.
BPS sendiri belum merilis data ekspor kopi nasional secara rinci hingga Oktober 2024. Bila ditelusuri dari Januari–September 2024, ekspor kopi robusta, tidak dipanggang dan tidak dihilangkan kafeinnya (HS 09011130) tercatat sebesar US$ 633,83 juta atau tumbuh 56,42% yoy dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Namun, dari sisi volume, ekspor kopi robusta ini sebenarnya mengalami penurunan 12,58% yoy menjadi 148.343,88 ton hingga September 2024.
Sementara itu, ekspor kopi arabica, tidak dipanggang dan tidak dihilangkan kafeinnya (HS 09011120) mencatatkan kenaikan 41% yoy menjadi US$ 385,74 juta pada Januari–September 2024. Berbeda dengan robusta, volume ekspor kopi arabica juga mengalami pertumbuhan 29,28% yoy menjadi 50.802,84 ton per akhir September 2024.
Baca Juga: RUU Komoditas Strategis Jadi Pilar Ketahanan Pangan
Ketua Departemen Specialty & Industry BPP Asosiasi Eksportir Indonesia Moelyono Soesilo membenarkan, nilai ekspor kopi melonjak lebih jauh dibandingkan volume ekspornya.
Bahkan, sebenarnya volume ekspor kopi sempat menurun pada semester I-2024 karena kegagalan panen di sentra penghasil kopi dataran rendah. Kala itu, para petani kopi cukup terdampak oleh fenomena El-Nino yang berlangsung 2023 lalu.
Beruntung harga jual biji kopi dalam tren menanjak tahun ini, sehingga dapat mengkompensasi kekurangan volume ekspor. Sebagai contoh, harga kopi robusta di pasar global masih berada di level US$ 3.000 per ton pada awal 2024. Harga kopi ini kemudian sempat melesat hingga ke level tertinggi yakni sekitar US$ 5.300 per ton pada September kemarin.
Walau demikian, AEKI memperkirakan dalam beberapa waktu mendatang harga kopi robusta akan mengalami tren koreksi. Alhasil, Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan harga jual untuk mengerek nilai ekspor komoditas tersebut.
Mungkin dalam jangka pendek masih ada potensi kenaikan nilai ekspor kopi, tetapi untuk tahun depan tampaknya akan stagnan, ujar dia, Rabu (20/10).
Moelyono menambahkan, dalam dua bulan terakhir pun permintaan ekspor cenderung melemah, terutama dari Eropa. Benua Biru tengah dilanda kelebihan pasokan kopi paska penundaan UU Antideforestasi Uni Eropa (EUDR) menjadi 1 Januari 2026.
Kondisi ekonomi Eropa juga sedang melemah. sehingga konsumsi kopi di sana stagnan dan sedikit menurun, imbuh dia.
Produsen kopi Indonesia pun masih bisa melakukan ekspor ke berbagai negara tradisional lainnya seperti Jepang, Malaysia, Mesir, Amerika Serikat, dan lain-lain.
Pihak AEKI juga menyebut, Indonesia pada dasarnya tetap memiliki peluang untuk memperbesar volume ekspor kopi. Hal ini didukung oleh kenaikan produksi secara signifikan dari hasil panen kopi di dataran-dataran tinggi Tanah Air pada Januari dan Februari 2025.
Lebih lanjut, Moelyono memastikan para produsen kopi lokal juga tetap fokus menjual produknya ke pasar domestik. Hanya saja, tidak dapat dimungkiri bahwa permintaan kopi di dalam negeri terancam melambat karena kenaikan harga di tingkat peritel. Di samping itu, kondisi ekonomi nasional cenderung melemah sehingga berdampak pada daya beli masyarakat dalam mengkonsumsi kopi.
Pengusaha kopi juga tetap mewaspadai efek kenaikan PPN menjadi 12% jika kebijakan tersebut jadi diterapkan pada awal Januari 2025.
Untuk kenaikan PPN 12%, kemungkinan pengaruhnya tidak terlalu besar, jika berdasarkan kenaikan PPN 10% jadi 11% lalu, pungkas dia.
Selanjutnya: Bekasi Fajar Industrial Estate (BEST) Siapkan Klaster Khusus Data Center
Menarik Dibaca: Resep Simple Tahu Remat Saus Segar ala Chef Rudy Choirudin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News