Jakarta, wmhg.org Indonesia – Harga obligasi rupiah pemerintah dibuka menguat setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak segala permohonan Tim Kuasa Prabowo-Sandi terhadap termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Keputusan MK tersebut seakan mengesahkan hasil hitungan pilpres yang memenangi presiden petahana Joko Widodo dan wakil barunya Maruf Amin.
-
Masih Gara-gara AS-Iran, Pasar Obligasi Masih Labil
-
Jelang Sidang MK, Penguatan Pasar Obligasi Rehat Sejenak
-
KTT G20 Dimulai! Semoga Trump-Xi Akur di Sana..
Penguatan berlanjut dari kenaikan harga kemarin (27/6/19) di mana harga surat utang negara (SUN) menguat di akhir perdagangan setelah keputusan MK dibacakan, berbalik dari koreksi yang terjadi di awal perdagangan.
Naiknya harga SUN itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv hari ini (28/6/19) menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat inverstor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 6,9 basis poin (bps) menjadi 7,35%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 28 Jun19
Sumber: Refinitiv
TIM RISET wmhg.org INDONESIA