Jakarta, wmhg.org Indonesia – Maraknya masyarakat yang mulai masuk ke instrumen uang digital alias kripto (cryptocurrency) tidak hanya terjadi di luar negeri, namun juga banyak dilakukan di dalam negeri.
Meski belum sefamiliar instrumen investasi lainnya dan tradisional macam emas, namun kripto hangat dibicarakan karena fluktuasi harganya yang cukup tinggi.
Perencana keuangan Aidil Akbar Madjid mengungkapkan bahwa instrumen ini merupakan instrumen yang lebih maju ketimbang dengan instrumen investasi lain dan memiliki risiko yang juga sangat tinggi.
Lantaran risiko tinggi, maka instrumen ini dinilai bukan instrumen investasi bagi pemula, atau investor yang tingkat kemampuan menahan risikonya rendah.
Baca:
Warning! JPMorgan: Bitcoin Mulai Memasuki Tren Bearish
Ini produk sangat advance, risikonya sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dari saham, kata Aidil kepada wmhg.org Indonesia pekan ini.
Dia mengakui, saat ini memang sudah banyak klien yang bertanya mengenai diversifikasi investasi menggunakan bitcoin, dogecoin atau ethereum.
Namun belum ada klien yang benar-benar mulai masuk ke mata uang digital ini.
Baiknya, kata Aidil, orang baru masuk ke saham cenderung akan mempertahankan asetnya di saham dan memilih belum masuk ke kripto.
Ada baiknya para investor ini terlebih dahulu mengerti bagaimana risiko untuk masuk instrumen high risk terlebih dahulu, minimal selama 3 tahun, baru setelah itu menjadikan kripto sebagai alternatif penempatan dana berikutnya.
Kalau melihat nature volatilitasnya sangat tinggi memang lebih menarik buat anak muda, imbuh pemegang lisensi Certified Fraud Examiners (CFE)
dan Registered Financial Consultant (RFC) ini.
Alternatif Investasi
Adapun saat ini di Amerika Serikat, para penasihat keuangan mulai memperkenalkan cryptocurrency kepada kliennya.
Sebuah survei terbaru dari Asosiasi Perencanaan Keuangan dan Jurnal Perencanaan Keuangan setempat menunjukkan bahwa strategi tersebut dapat menjadi bagian dari tren yang berkembang.
Baca:
Tiap Akhir Pekan Kripto Ambles, Ternyata Ini Penyebabnya
Ketika investor menjadi lebih tertarik pada cryptocurrency, para penasihat keuangan mulai merasakan adanya urgensi baru untuk menawarkan investasi kepada klien.
Menurut survei tersebut, sekitar 49% penasihat keuangan mengatakan bahwa klien telah aktif bertanya tentang cryptocurrency dalam 6 bulan terakhir, naik dari 17% pada tahun 2020.
Sekitar 26% lebih banyak berencana untuk meningkatkan seberapa banyak mereka menggunakan dan merekomendasikan cryptocurrency dalam 12 bulan ke depan.
Saat ini, 14% penasihat keuangan menggunakan atau merekomendasikan investasi tersebut, naik kurang dari 1% pada 2019 dan 2020.
Di dalam negeri, di luar perencana keuangan, perusahaan sekuritas saham (broker) yang juga mempunyai lisensi untuk penasihat keuangan (financial advisory) menilai instrumen tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang ada mengenai lembaga jasa keuangan (LJK) sehingga instrumen ini tidak akan ditawarkan kepada investor.
Kami sebagai Lembaga Jasa Keuangan (asuransi, sekuritas, perbankan) gak boleh menawarkan kripto karena regulasinya LJK begitu, kata Rudi Utomo, Komite Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI).
Sementara itu, sebagai perencana keuangan, Aidil mengungkapkan saat ini tengah melakukan riset untuk mencari potensi kripto bisa dijadikan sebagai alternatif investasi jangka panjang.
Ya kripto namanya aja mata uang jadi ga bisa analisa [seperti] saham ya, harus analisa mata uang. Jadi seperti menyarankan beli dolar aja beli Singapura atau Australia atau euro makanya diversifikasi porto, makanya alternatif. Kedua ini digital future currency, terutama untuk anak muda, jelasnya.
Namun demikian, dia masih menyarankan untuk masuk ke instrumen ini dalam eksposur kecil dan tetap melakukan diferensiasi instrumen investasinya pada pos-pos lainnya, sehingga risiko investasi juga bisa dibagi..
Diversifikasi, tetap sebagai penyeimbang saja, tandasnya.
Baca:
Hantu Tapering Datang, Investor Emas & Kripto Harus Apa?