Jakarta, wmhg.org Indonesia – Pasar berjalan cukup tenang pada hari ini sekalipun ada kabar buruk yang dilaporkan Bank Indonesia (BI). Di mana pertama kali sejak 2021 silam, transaksi berjalan serta transaksi modal dan finansial alami defisit.
Yang mendorong pelemahan rupiah, lebih ke current account deficit yang tiba-tiba nongol nih, sebelumnya kan surplus. Ini akan merisaukan investor kalau belum terprediksi, kata EVP Treasury & International Banking BCA, Branko Windoe kepada wmhg.org Indonesia dalam program Power Lunch, Rabu (23/8/2023)
Baca:
Rupiah Perkasa, Akhirnya Dolar Say Good Bye Rp 15.300
Kemarin (22/8/2023) BI merilis data transaksi berjalan yang mengalami defisit Indonesia sebesar US$1,9 miliar atau 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal II-2021.
Sedangkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat defisit sebesar US$ 7,37 miliar pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal III-2022.Defisit pada April-Juni 2023 juga berbanding terbalik dengan surplus sebesar US$ 6,52 miliar pada Januari-Maret 2023.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,13% terhadap dolar AS di angka Rp15.290/US$ pada hari Rabu (23/8/2023). Di tengah perdagangan, rupiah sembat melemah hingga ke titik tertinggi di angka Rp15.328/US$.
Hal ini kembali melanjutkan penguatan rupiah yang juga menguat 0,7% kemarin. Penguatan ini juga mengeluarkan rupiah dari level psikologis Rp15.300/US$ setelah terjebak di sana dalam dua hari sebelumnya.
Baca:
Gara-Gara FOMO, BI Checking Anak Muda RI Jadi Jelek
Menurut Branco, defisit pada transaksi berjalan sudah diperkirakan sebelumnya. Seiring dengan situasi global yang memburuk. Amerika Serikat (AS) bahkan diramal akan resesi, sehingga suku bunga acuan bisa diturunkan Federal Reserve (Fed) pada akhir 2023. Meksipun pada kenyataannya sedikit bergeser karena ekonomi AS masih tumbuh.
Di sisi lain harga komoditas alami pelemahan tajam dibandingkan dua tahun terakhir. Terutama pada komoditas ekspor andalan Indonesia, yaitu batu bara, minyak kelapa sawit (CPO) dan lainnya. Kita melihat situasi ini, neraca akan kembali negatif kalau harga komoditas tetap turun dan resesi di dunia, paparnya.
Kekhawatiran berikutnya adalah seberapa jauh penurunan harga komoditas ke depannya. Di samping itu juga kondisi AS dan China yang bisa mempengaruhi pergerakan di pasar keuangan. Jadi walaupun bukan goodnews tapi di market sudah price in. Kita gak terlalu kaget, tegas Branco.