Jakarta, wmhg.org Indonesia – Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam pada perdagangan Senin (19/7/2021), menyusul kekhawatiran seputar pandemi, tingginya inflasi, dan harga minyak mentah dunia.
Sikap investor beragam pada hari ini, ditandai dengan beragamnya pergerakan harga dan imbal hasil (yield) di surat utang pemerintah RI. SBN bertenor 1 tahun, 3 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor pada hari ini, ditandai dengan kenaikan yield dan pelemahan harga.
Sedangkan sisanya yakni SBN berjatuh tempo 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 25 tahun ramai diburu oleh investor, ditandai dengan pelemahan yield dan penguatan harga. Sementara itu, yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan yield acuan pemerintah turun signifikan sebesar 9,4 basis poin (bp) ke level 6,343%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Pada hari ini, pasar saham regional (Asia) dan pasar saham dalam negeri bersamaan mengalami pelemahan cukup besar, karena pelaku pasar khawatir dengan perkembangan pandemi virus corona (Covid-19) yang membuat sebagian negara di Asia terpaksa menerapkan kembali langkah-langkah darurat.
Tak hanya di Asia yang kini sedang dihadapkan dengan bahayanya virus varian Delta, lonjakan kasus Covid-19 juga terjadi di beberapa negara dengan tingkat vaksinasi yang sudah lebih cepat seperti Inggris dan Amerika Serikat (AS).
Di dalam negeri, kasus aktif Covid-19 mulai melandai. Kementerian Kesehatan menyatakan angka kasus positif Covid-19 di Indonesia per Minggu (18/7/2021) kemarin bertambah 44.721 atau melambat dibandingkan penambahan kasus sehari sebelumnya sebanyak 51.952 kasus. Kasus positif secara nasional mencapai 2.877.476.
Jumlah pasien yang sembuh bertambah sebanyak 29.264 orang, sehingga secara akumulasi tingkat kesembuhan dialami oleh 2.261.658 orang. Angka kematian pun relatif flat, sebanyak 1.093 jiwa, dibandingkan dengan angka kematian sehari sebelumnya sebanyak 1.092 jiwa.
Walaupun mulai melandai, namun Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat di Jawa dan Bali dinilai belum efektif menekan penyebaran virus Corona, karena target kasus baru Covid-19 yang dipatok pemerintah sebanyak 10.000/hari masih jauh panggang dari api.
Hal itulah yang membuat PPKM Darurat resmi diperpanjang hingga akhir Juli tahun ini, apalagi perpanjangan PPKM berpotensi dapat membuyarkan ekspektasi ekonomi pulih lebih cepat. Ketika pandemi kembali mengkhawatirkan, pelaku pasar cenderung memburu obligasi pemerintah yang dianggap sebagai salah satu aset teraman (safe haven).
Beralih ke Amerika Serikat (AS), yield surat utang pemerintah AS (Treasury) kembali mengalami penurunan pada pagi hari waktu AS. Dilansir dari wmhg.org International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun turun 4,5 bp ke level 1,254% pada pukul 06:36 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Jumat (16/7/2021) akhir pekan lalu di level 1,299%.
Kekhawatiran pasar dari inflasi AS periode Juni belum mereda. Sebelumnya pada pekan lalu, Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell berpidato di depan Kongres AS menyatakan belum akan mengubah kebijakan moneternya menjadi ketat dan memperkirakan inflasi di Negara Adidaya itu akan melandai.
Walaupun begitu, kekhawatiran akan inflasi AS masih membayangi pasar keuangan, di mana inflasi Juni melesat mencapai 5,4% secara tahunan (year-on-year/YoY). Secara terpisah, indeks sentimen konsumen yang dirilis Universitas Michigan menunjukkan bahwa konsumen percaya harga barang akan naik 4,8% tahun depan, atau tertinggi sejak Agustus 2008.
TIM RISET wmhg.org INDONESIA