Jakarta, wmhg.org Indonesia – Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kembali dibuka di zona merah pada perdagangan Kamis (30/5/2024), meski investor menimbang data perekonomian AS yang cenderung melambat berdasarkan pembacaan perkiraan kedua.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dibuka merosot 0,89% ke posisi 38.098,93, S&P 500 melemah 0,26% ke 5.253,13, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,24% menjadi 16.879,97.
Baca:
Mata Uang Asia Kompak Ambles, Rupiah Paling Menderita
Wall Street kembali melemah meski imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) mulai melandai, setelah dalam beberapa hari terakhir mengalami kenaikan.
Yield Treasury acuan tenor 10 tahun turun 5 basis poin (bp) menjadi 4,572%, turun dari posisi tertingginya sejak awal Mei 2024.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield turun, maka tandanya investor sedang memburu obligasi.
Investor masih menanti rilis data ekonomi penting yang akan dirilis menjelang akhir pekan ini, dengan data inflasi pengeluaran konsumsi pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) terbaru akan dirilis pada Jumat besok.
PCE menjadi ukuran inflasi favorit bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan investor akan mencermatinya untuk mendapatkan petunjuk mengenai prospek kebijakan moneter The Fed kedepan, terutama mengenai kapan penurunan suku bunga akan dimulai.
Baca:
4 Fakta Saham Prajogo Pangestu BREN: Di Luar Nurul & Gak Habis Fikri
Di lain sisi, investor cenderung menimbang dari data perekonomian AS pada kuartal I-2024, di mana pada pembacaan perkiraan kedua lebih rendah dari perkiraan awal. Meski ada penurunan di perkiraan kedua, tetapi hal ini juga merupakan indikator utama inflasi.
Produk domestik bruto (PDB) riil AS meningkat pada tingkat tahunan sebesar 1,3% pada kuartal pertama, turun dari perkiraan awal sebesar 1,6% tetapi sedikit lebih buruk dibandingkan perkiraan Dow Jones sebesar 1,2%.
Pengurangan konsumsi, dari pertumbuhan 2,5% menjadi 2%, merupakan penyebab utama revisi penurunan tersebut.
Mengenai inflasi, indeks harga tertimbang rantai, yang memperhitungkan penyesuaian perilaku konsumen, naik 3% pada periode tersebut, 0,1 poin persentase lebih rendah dari perkiraan pertama. Ekonom telah memperkirakan 3,1%.
Selain itu, data klaim pengangguran mingguan AS untuk periode pekan yang berakhir 25 Mei 2024 terpantau meningkat yakni menjadi 219.000, dari sebelumnya pada April lalu sebanyak 216.000 klaim.
Di satu sisi ada beberapa indikator ekonomi AS masih cukup kuat, tetapi dari indikator lainnya justru mendingin, terutama sektor tenaga kerja.
Beragamnya data ekonomi AS membuat pasar bimbang, apalagi terkait dengan kapan berakhirnya era suku bunga tinggi. Para pejabat The Fed juga sempat bimbang akan bervariasinya data ekonomi AS.
Namun, selama inflasi masih membandel, The Fed masih belum akan memangkas suku bunga acuannya, sehingga data inflasi menjadi perhatian utama dibandingkan data lainnya.
Dari kabar korporasi AS, saham Saleforce anjlok lebih dari 18%, setelah data pendapatan pada kuartal I-2024 meleset dari perkiraan pasar sebelumnya. Prospek pendapatan dan pendapatan perusahaan untuk kuartal kedua juga jauh dari perkiraan Street.
wmhg.org INDONESIA RESEARCH