Jakarta – Harga Bitcoin (BTC) mengalami penurunan signifikan setelah pedagang melakukan aksi ambil untung. Pada Senin harga Bitcoin turun lebih dari 6,5 persen, menyentuh angka di bawah USD 98.000 atau setara Rp 1,58 miliar (asumsi kurs Rp 16.175 per dolar AS)
Dilansir dari Coinmarketcap, Selasa (28/1/2025), meskipun begitu, pada Selasa, 28 Januari 2025 pagi, harga Bitcoin kembali berada di kisaran USD 100.000.Â
Peluncuran DeepSeek R1, model kecerdasan buatan (AI) inovatif dari laboratorium DeepSeek Tiongkok, menjadi pemicu utama penurunan signifikan di pasar kripto. Model AI sumber terbuka ini dianggap sebagai pencapaian besar dalam teknologi.
Apa Itu DeepSeek?Â
Keunggulan utama DeepSeek R1 terletak pada efisiensinya. Model ini dapat menyaingi atau melampaui kinerja platform AI terkemuka, seperti yang dikembangkan oleh OpenAI, meskipun hanya membutuhkan anggaran sekitar Rp 90 miliar dan jumlah GPU yang jauh lebih sedikit.Â
Terobosan ini telah mengguncang pasar, memicu penurunan nilai kripto terkait AI saat investor mempertimbangkan kembali nilai token yang bergantung pada operasi berbasis GPU.
Token seperti Render (RNDR), Near Protocol (NEAR), The Graph (GRT), dan Artificial Superintelligence Alliance (FET) mengalami penurunan antara 7%-9%, sementara Node.AI (GPU) anjlok hingga 20 persen. Secara keseluruhan, kapitalisasi pasar kripto berbasis AI menyusut 8% menjadi sekitar Rp570 triliun.
Dampak Lebih Luas di Pasar Kripto
Penurunan di pasar AI ini memicu efek berantai pada pasar kripto secara keseluruhan, dengan aset utama seperti Bitcoin dan Ethereum turut mengalami tekanan. Total likuidasi dalam 24 jam terakhir mencapai Rp 14 triliun, dengan Rp 12,45 triliun di antaranya berasal dari posisi beli, mencerminkan betapa tidak siapnya pedagang menghadapi aksi jual mendadak ini.
Fenomena ini juga diperparah oleh penguatan indeks dolar AS, yang naik ke level 107,74. Secara historis, dolar yang lebih kuat cenderung menekan Bitcoin dan aset berisiko lainnya karena daya tariknya berkurang bagi investor global.