Jakarta – Total volume transaksi kripto di Indonesia pada September mencapai Rp 33,7 triliun atau USD 2,1 miliar. Sebagian besar pengguna kripto di Indonesia berusia 30 tahun ke bawah, menurut data yang dirilis oleh regulator komoditas negara tersebut pada September.
Data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan platform kripto lokal di Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 60% investor kripto di negara ini berusia 18 hingga 30 tahun. Laporan tersebut mengatakan 26,9% berusia 18 hingga 24 tahun, sementara 35,1% berusia 25 hingga 30 tahun.
Bappebti juga melaporkan total volume transaksi aset kripto pada September mencapai Rp 33,7 triliun, sekitar USD 2,1 miliar atau sekitar Rp 33,1 triliun, dan jumlah pengguna kripto di Indonesia adalah 21,3 juta.
Badan tersebut juga mencatat orang Indonesia terutama memperdagangkan USDT Tether pada USD 0,9992, Ether (ETH) pada USD 2.667,68, Bitcoin (BTC) pada USD 72.400, Pepe (PEPE) pada USD 0,00000956, dan Solana (SOL) pada USD 179,25.
Peraturan Kripto di Indonesia
Di Indonesia, aset kripto secara resmi diakui sebagai komoditas, yang berarti Bappebti telah menetapkan kerangka kerja untuk perdagangan kripto. Namun, pengguna kripto di Indonesia menghadapi tantangan dari sistem pajak ganda negara tersebut untuk transaksi kripto.
Dikutip melalui cointelegraph, Kamis (31/10/2024) Orang Indonesia terus menggunakan aset digital meskipun ada pajak ganda. Pada 2022, Indonesia menerapkan pajak pertambahan nilai sebesar 0,11% dan pajak keuntungan modal sebesar 0,1% pada transaksi kripto.
Bappebti telah mendesak pemerintah untuk menilai kembali aturan perpajakannya untuk kripto. Pada 2 Maret, staf eksekutif di Bappebti meminta penilaian ulang terhadap rezim pajak.