Jakarta – Pemerintah Nigeria telah mengajukan gugatan hukum terhadap Binance, menuntut ganti rugi sebesar USD 81,5 miliar atau setara Rp 1.330 triliun (asumsi kurs Rp 16.330 per dolar AS). Jumlah ini terdiri dari USD 79,5 miliar atas dugaan kerugian ekonomi serta USD 2 miliar pajak yang belum dibayarkan.
Dilansir dari Bitcoin.com, Kamis (20/2/2025), gugatan ini didaftarkan di Pengadilan Tinggi Federal Abuja dengan tuduhan bahwa Binance beroperasi di Nigeria tanpa izin resmi serta gagal memenuhi kewajiban pajak.
Langkah ini merupakan eskalasi terbaru dalam ketegangan antara Binance dan pemerintah Nigeria. Konflik tersebut bermula ketika pihak berwenang menuduh Binance berperan dalam melemahnya nilai mata uang lokal pada awal 2024.
Sebagai tanggapan, Nigeria tidak hanya memblokir akses ke Binance, tetapi juga berupaya menagih pajak dari perusahaan tersebut.
Pada 14 Juni 2024, pemerintah Nigeria sempat membatalkan tuduhan penggelapan pajak terhadap Binance serta dua eksekutifnya, Tigran Gambaryan dan Nadeem Anjarwalla. Namun, perseteruan hukum masih berlanjut dengan tuntutan baru terkait pajak penghasilan.
Tuduhan Pajak dan Denda Tambahan
Menurut laporan The Guardian, Dinas Pendapatan Dalam Negeri Federal (FIRS) Nigeria kini menuntut Binance untuk membayar pajak penghasilan dari tahun 2022 dan 2023, termasuk denda tahunan sebesar 10% dari jumlah yang belum dibayarkan. Selain itu, Binance juga diminta membayar bunga sebesar 26,75% atas pajak yang tertunggak.
Dalam dokumen pendukung gugatan, Jimada Mohammed Yusuf, anggota tim investigasi, menyatakan bahwa Binance tidak merespons pemberitahuan pajak, yang kemudian memicu langkah hukum ini.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. www.wmhg.org tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.