Jakarta – Pasar kripto kembali terguncang setelah harga Bitcoin turun tajam ke USD 86.099 atau setara Rp 1,41 miliar (asumsi kurs Rp 16.380 per dolar AS), menyebabkan likuidasi lebih dari USD 1,06 miliar atau setara Rp 17,3 triliun. Posisi long menjadi pihak yang paling terpukul, dengan total kerugian mencapai USD 873 juta.
Melansir Coinmarketcap, Rabu (26/2/2025), menurut data dari Coinglass pada 26 Februari, sekitar 230.000 pedagang mengalami likuidasi dalam 24 jam terakhir. Open interest di pasar turun 5%, yang menunjukkan adanya deleveraging besar-besaran. Selain itu, arus masuk ke bursa melonjak 14,2%, menandakan aksi jual panik dari investor yang ingin mengamankan dana mereka.
Tingkat pendanaan yang berubah negatif juga mencerminkan pergeseran sentimen investor ke arah yang lebih pesimistis. Para trader kini lebih berhati-hati, mengantisipasi potensi penurunan lebih lanjut akibat rendahnya likuiditas di pasar.
ETF dan Saham Kripto Ikut Terpukul
Aksi jual besar-besaran ini bertepatan dengan arus keluar dana dari ETF Bitcoin spot di AS, yang mencapai USD 1,1 miliar dalam lima hari terakhir. Hanya pada 24 Februari, dana sebesar USD 516 juta ditarik, menandakan tekanan jual yang kuat.
Tak hanya Bitcoin, saham perusahaan terkait kripto juga mengalami penurunan signifikan. Coinbase (COIN) turun 6,4%, Robinhood (HOOD) turun 8%, sementara perusahaan penambangan Bitcoin seperti Bitdeer (BTDR) dan Marathon Digital (MARA) anjlok masing-masing 29% dan 9%.
Sentimen Pasar Memburuk, Investor Bitcoin Rugi
Data dari IntoTheBlock mengungkapkan 12% dari alamat Bitcoin kini dalam kondisi rugi, proporsi tertinggi sejak Oktober 2024. Banyak investor yang membeli Bitcoin saat harga mendekati puncaknya di USD 108.000, sehingga tekanan jual semakin meningkat.
Selain itu, paus kripto juga ikut menggerakkan pasar. Dalam seminggu terakhir, mereka telah melepas lebih dari USD 1,2 miliar Bitcoin, yang semakin memperburuk kondisi likuiditas.