Jakarta – Pada pukul 5 sore hingga 8 malam Minggu 6 April 2025, industri aset digital mengalami kontraksi sebesar USD 50 miliar, turun dari USD 2,53 triliun menjadi USD 2,48 triliun.
Bitcoin (BTC) mencapai titik terendahnya di kisaran USD 77,098 sekitar pukul 7 malam ET dan sejak itu sedikit pulih menjadi USD 77.654 per koin. ​​
Mata uang kripto tersebut tampaknya berfungsi sebagai indikator proksi untuk pembukaan Wall Street yang akan datang, sebuah teori yang sejalan dengan perilaku pasar berjangka.
Dikutip dari Bitcoin.com, Selasa (8/4/2025), bersamaan dengan Bitcoin, mata uang kripto alternatif mengalami penurunan yang cukup besar pada perdagangan Minggu, menyeret valuasi kolektif semua aset digital non-bitcoin di bawah angka USD 1 triliun, menetap di angka USD 930 miliar.
BTC sendiri telah turun 6,3% pada perdagangan hari Minggu dan berada 28,3% di bawah puncak sepanjang masa yang dicapai tiga bulan lalu. Meskipun sempat mendekati USD 76.900, BTC belum menembus angka USD 76.600 yang terakhir tercatat pada 10 Maret 2025.
Sedangkan hari ini, mengutip data dari Coinmarketcap, Selasa (8/4/2025) kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar, Bitcoin (BTC) menguat 2,59% dalam 24 jam namun masih pelemahan 2,80% dalam sepekan. Harga Bitcoin hari ini berada di level Rp 1.338.900.823,29.
Sejarah Bitcoin
Bitcoin (BTC), sebuah mata uang digital terdesentralisasi, pertama kali diperkenalkan pada Januari 2009 oleh sosok misterius bernama Satoshi Nakamoto. Siapa sebenarnya Satoshi Nakamoto masih menjadi misteri hingga saat ini.
Bitcoin beroperasi tanpa campur tangan bank sentral atau pemerintah, memanfaatkan teknologi blockchain—sebuah buku besar digital yang mencatat semua transaksi Bitcoin secara transparan dan aman.
Transaksi diverifikasi oleh jaringan peer-to-peer (P2P) melalui proses \’mining\’, di mana penambang menyelesaikan teka-teki kriptografi untuk menambahkan blok transaksi baru ke blockchain. Proses ini, yang membutuhkan daya komputasi yang besar, mengamankan jaringan dan menciptakan Bitcoin baru.