Jakarta – Produk investasi Bitcoin mengalami penurunan besar minggu lalu dengan total arus keluar mencapai USD 430 juta atau setara Rp 6,9 triliun (asumsi kurs Rp 16.280 per dolar AS).
Arus keluar ini merupakan kerugian terbesar pertama pada 2025. Sebelumnya, pasar Bitcoin mengalami periode arus masuk selama 19 minggu berturut-turut sejak pemilihan presiden AS tahun 2024, dengan total dana yang masuk mencapai USD 29 miliar.
Namun, sentimen investor berubah drastis setelah laporan inflasi AS yang lebih tinggi dari perkiraan dan sikap hati-hati Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, terhadap kemungkinan pemotongan suku bunga.
Data Inflasi AS Memperburuk Keadaan
Laporan inflasi AS pada Januari menunjukkan kenaikan menjadi 3%, sementara inflasi inti melonjak ke 5,5% secara tahunan. Situasi ini semakin memperumit langkah The Fed dalam mengendalikan inflasi, sehingga membuat pasar lebih berhati-hati.
Dampaknya, ETF Bitcoin spot menjadi aset yang paling terdampak karena ekspektasi pemotongan suku bunga yang semakin rendah.
Aset Kripto Lain Alami Arus Masuk
Meskipun Bitcoin mengalami arus keluar besar, beberapa aset kripto lainnya justru mencatatkan arus masuk positif. Investor mulai mengalihkan dana mereka ke altcoin seperti Solana, XRP, dan Sui, yang mendapat dukungan dari spekulasi Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) mungkin akan menyetujui ETF untuk beberapa aset ini.
Para analis memperkirakan bahwa peluang persetujuan ETF untuk Solana mencapai 75%, sementara XRP memiliki kemungkinan 65% untuk mendapatkan persetujuan.
Secara keseluruhan, pasar aset digital mengalami arus keluar bersih sebesar USD 415 juta minggu lalu, yang merupakan yang pertama sejak awal tahun. Harga Bitcoin sendiri turun 1,4%, dengan pergerakan harga antara USD 94.900 hingga USD 98.600, sebelum akhirnya stabil di USD 96.900.
Bitcoin Masih Dominan Dibanding Kripto Lain
Meskipun mengalami tekanan, Bitcoin masih tetap dominan dalam investasi kripto, menyumbang 80% dari total arus masuk aset digital pada 2025, dengan nilai mencapai USD 6,9 miliar.