Jakarta Bitcoin menghadapi kuartal pertama terburuk sejak 2020 dengan penurunan lebih dari 7%. Meskipun demikian, banyak analis memperkirakan bahwa harga Bitcoin bisa mengalami pemulihan pada kuartal kedua.
Pada Januari 2025, Bitcoin sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di angka USD 108.786 atau setara Rp 1,8 miliar (asumsi kurs Rp 16.480 per dolar AS), didorong oleh optimisme setelah Presiden Trump kembali menjabat.
Namun, kebijakan tarif ekonomi yang diterapkan Trump kemudian menyebabkan penurunan tajam, menjatuhkan nilai Bitcoin hingga USD 76.700 di beberapa bursa.
Para analis berpendapat bahwa volatilitas ini kemungkinan akan segera mereda. Sina G, salah satu pendiri 21st Capital, mengatakan ketidakpastian pasar terkait tarif dan belanja pemerintah dapat terselesaikan dalam beberapa minggu ke depan.
“Setelah itu, fokus pasar bisa bergeser ke pemotongan pajak, deregulasi, dan suku bunga yang lebih rendah faktor-faktor yang berpotensi membawa lebih banyak modal ke dalam Bitcoin dan aset digital,” katanya, dikutip dari Yahoo Finance, Rabu (26/3/2025).
Potensi Meredanya Sentimen Tarif
Senada dengan itu, Aurelie Barthere, Kepala Analis Riset di Nansen, menyatakan bahwa ketidakpastian terkait kebijakan tarif mungkin mereda, terutama setelah Menteri Keuangan AS, Bessent, mengambil pendekatan yang lebih pragmatis dalam negosiasi perdagangan.
Meski begitu, masih ada potensi volatilitas tambahan akibat pengumuman tarif timbal balik antara AS dan Zona Euro pada 2 April.
Namun, ada alasan untuk optimisme. Sejarah menunjukkan bahwa harga Bitcoin cenderung mengalami pemulihan pada kuartal kedua, dengan rata-rata kenaikan sebesar 27% selama 13 tahun terakhir.
Bitcoin juga telah mencatat keuntungan setidaknya dalam tujuh dari 13 tahun terakhir di periode yang sama.