Jakarta – Harga Bitcoin (BTC) mengalami fluktuasi yang cukup tajam dalam beberapa hari terakhir, menyusul rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) Amerika Serikat (AS) untuk Juli.
Sebelum data inflasi diumumkan, harga BTC sempat melonjak ke level USD 61.000 karena investor institusi dan ritel berlomba-lomba melakukan akumulasi. Namun, setelah data dirilis, harga Bitcoin mengalami penurunan, menyentuh level USD 58.885.
Penurunan inflasi CPI tahunan AS menjadi 2,9% dari sebelumnya 3% pada Juni, menurut data dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS. Sementara itu, inflasi inti CPI AS turun selama empat bulan berturut-turut, mencapai 3,2% angka terendah sejak Maret 2021.
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menuturkan, penurunan inflasi ini sebenarnya memberikan peluang bagi The Fed untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga. Namun, keputusan tersebut masih akan ditentukan berdasarkan data pekerjaan dan inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) yang akan datang.
Sentimen Negatif Masih Bayangi Bitcoin
Meskipun data inflasi AS yang positif seharusnya memberikan sinyal pemulihan bagi pasar kripto, sentimen negatif tetap membayangi pergerakan Bitcoin.
Fyqieh menjelaskan, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah berita tentang pemerintah AS yang memindahkan 10.000 BTC ke Coinbase Prime. Bitcoin tersebut diduga berasal dari kasus Silk Road dan disita oleh otoritas AS setelah transfer Bitcoin senilai USD 2 miliar sebelumnya pada bulan Juli.
“Akibat berita ini, harga Bitcoin langsung turun, meskipun sempat naik sebelum rilis data inflasi AS,” ujar Fyqieh dalam keterangannya, dikutip Sabtu (17/8/2024).
Secara teknikal, Bitcoin sedang mencoba pulih dari penurunan harga sebesar 25% yang terjadi akibat gejolak pasar global beberapa waktu lalu. Meskipun Bitcoin telah hampir sepenuhnya menghapus kerugian tersebut, konfirmasi lebih lanjut dibutuhkan untuk memastikan kelanjutan rebound di sesi mendatang.
“Potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed bisa menjadi pemicu positif bagi harga BTC,” ujar Fyqieh.