Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara pasar saham, inflasi, dan harga kripto semakin erat. Bitcoin yang sebelumnya dianggap sebagai aset alternatif kini mulai bergerak sejalan dengan saham teknologi, menunjukkan investor melihatnya sebagai bagian dari aset berisiko yang dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi.
Terkait ini, Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menuturkan, korelasi 30 hari antara Bitcoin dan Nasdaq saat ini berada di sekitar 0,7, yang berarti pergerakan harga keduanya semakin mirip.
“Semakin tinggi korelasi ini, semakin besar kemungkinan bahwa faktor yang memengaruhi pasar saham juga berdampak pada kripto,” ungkap Fyqieh, kepada www.wmhg.org, Senin (17/3/2025).
Korelasi Diperkuat Kebijakan Suku Bunga The Fed
Selain itu, kebijakan suku bunga The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) juga menjadi faktor utama yang memperkuat hubungan ini. Pada 2022, kenaikan suku bunga menyebabkan Bitcoin turun lebih dari 60% dalam setahun, mengikuti tren di pasar saham. Investor cenderung mengalihkan modal ke aset yang lebih stabil seperti obligasi dan dolar AS.
Fyqieh juga menekankan bahwa inflasi memiliki peran besar dalam menentukan arah pasar kripto. Meskipun Bitcoin sering disebut sebagai emas digital dan lindung nilai terhadap inflasi, kenyataannya lebih kompleks.
“Dalam jangka pendek, kenaikan suku bunga akibat inflasi tinggi justru membuat Bitcoin dan aset kripto lainnya mengalami tekanan jual,” ujar dia.
Investor Cenderung Tarik Modal dari Aset Berisiko
Dalam kondisi saat ini, investor cenderung menarik modal dari aset berisiko untuk mengurangi eksposur terhadap volatilitas. Jika S&P 500 mengalami koreksi lebih dari 10%, Bitcoin juga cenderung mengalami penurunan harga secara signifikan.