Jakarta – Meskipun harga Bitcoin sedang mengalami penurunan, beberapa pemimpin industri tetap optimis mata uang kripto terbesar di dunia ini bisa mengalami lonjakan signifikan dan mencapai harga USD 2 juta atau setara Rp 33,1 miliar (asumsi kurs Rp 16.580 per dolar AS) dalam waktu dekat.
Faktor utama yang diyakini mendorong kenaikan ini meliputi adopsi oleh institusi besar, perubahan regulasi yang lebih jelas, serta dampak inflasi global.
Optimisme Para Ahli
CEO platform investasi Bitcoin Timestamp, Dr. Arman Meguerian, menilai Bitcoin sering kali bergerak di luar ekspektasi pasar.
Lintasan Bitcoin secara konsisten menentang ekspektasi, dan meskipun harga USD 2 juta pada 2030 merupakan target yang agresif, itu bukan hal yang mustahil, ujarnya kepada TheStreet Crypto, dikutip dari Yahoo Finance, Minggu (2/3/2025).
Sementara itu, Jagdeep Sidhu, presiden Syscoin Foundation, menegaskan bahwa Bitcoin akan menjadi tulang punggung keuangan global dengan menyerap nilai dari aset-aset yang lebih lemah. Menurutnya, Bitcoin akan menyerap triliunan nilai saat aset yang lebih lemah menghilang.
Dukungan dari Institusi Besar
Banyak analis percaya bahwa adopsi Bitcoin oleh institusi besar menjadi faktor kunci dalam mendorong kenaikan harga. CEO CoinFlip, Ben Weiss, mengungkapkan, potensi jalur Bitcoin menuju USD 2 juta pada tahun 2030 didorong oleh perubahan regulasi yang positif, adopsi institusional, dan rekam jejaknya sebagai salah satu aset dengan kinerja terbaik dalam dekade terakhir.
Persetujuan ETF Bitcoin spot tahun lalu telah membuka pintu bagi masuknya modal baru, dengan perusahaan besar seperti BlackRock dan Fidelity memimpin investasi di sektor ini.
Justin Barlow, Kepala Pengembangan Bisnis dan Investasi di Sei Foundation, menambahkan bahwa inflasi global juga berperan dalam tren ini.
Karena inflasi mengikis nilai dolar dari waktu ke waktu, tingkat harga yang tampaknya tak terduga saat ini mungkin suatu hari nanti tidak dapat dihindari,” kata Barlow