Jakarta – Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menilai September menjadi bulan yang cukup berisiko bagi Bitcoin. Tren menunjukkan Bitcoin kerap mengalami penurunan sejak 2013 hingga 2022 lalu.
Kala itu, harga Bitcoin bisa terjun antara 6-10 persen dalam satu bulan. Meski begitu, pola tersebut berubah drastis pada September 2023 lalu yang menunjukkan pertumbuhan nilai Bitcoin sebesar 5 persen. Fyqieh menelisik, tren positif akan terjadi lagi September 2024 ini.
“Semakin banyak perusahaan besar dan investor institusional yang tertarik pada BTC sebagai aset investasi, memberikan dukungan terhadap harga. Selain itu, inovasi dalam ekosistem kripto, seperti pengembangan DeFi dan teknologi blockchain yang lebih matang, juga mendorong sentimen bullish di kalangan investor,” ungkap Fyqieh dalam keterangannya, Sabtu (7/9/2024).
Faktor eksternal lain yang dapat memengaruhi pergerakan harga Bitcoin adalah kebijakan moneter dari The Fed AS. Spekulasi tentang kemungkinan pemotongan suku bunga oleh The Fed menjadi katalis potensial bagi kenaikan harga Bitcoin.
Penurunan suku bunga biasanya mendorong investor untuk mencari aset berisiko yang lebih tinggi, seperti Bitcoin, sebagai cara untuk mencari imbal hasil yang lebih baik.
Jika suku bunga dipotong, ini bisa mendorong harga Bitcoin mendekati level resistance kunci di sekitar USD 65.000, katanya.
Namun, meskipun ada peluang untuk melanjutkan tren positif, volatilitas pasar tetap menjadi risiko yang signifikan.
“Ketidakpastian ekonomi global, terutama terkait dengan kebijakan moneter dan kejadian seperti skandal Ponzi kripto baru-baru ini, dapat memberikan tekanan jual yang kuat pada Bitcoin. Tekanan ini dapat mendorong harga turun kembali ke level support yang lebih rendah, mungkin menuju USD 55.000 atau bahkan USD 53.000 jika sentimen pasar memburuk,” jelasnya.