Jakarta – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan angkat bicara mengenai dampak larangan penjualan rokok secara eceran terhadap penerimaan negara.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heriyanto menuturkan, larangan penjualan rokok secara eceran tidak akan mempengaruhi terhadap penerimaan negara.
“Pembatasan nonfiskal, seperti tidak boleh dijual eceran, itu tidak mengurangi (penerimaan negara),” ujar Nirwala seperti dikutip dari Antara, Rabu (31/7/2024).
Nirwala menuturkan, penerimaan cukai dari rokok dipungut dalam tingkat pabrik, sehingga penjualan per batang tidak berpengaruh terhadap pungutan cukai.
Pungutan satu kotak rokok itu ada tiga, yaitu cukai rokok, pajak pertambahan nilai atas penyerahan hasil tembakau (PPNHT), dan pajak rokok yang totalnya 68 persen. Jadi, kalau misal satu kotak rokok ini harganya Rp10.000, maka pungutan negara itu Rp6.800,” kata dia.
Dia mengatakan, kebijakan pembatasan nonfiskal lebih menekankan upaya mengurangi prevalensi merokok, alih-alih menjadi strategi penerimaan negara.
Dengan larangan penjualan rokok secara eceran, diharapkan dapat mengurangi keinginan masyarakat membeli rokok karena harga yang mahal. Di samping itu, kebijakan tersebut juga diharapkan dapat mempermudah Pemerintah dalam melakukan pengawasan.
Kalau harganya jadi lebih mahal, orang akan mengurangi pembelian atau berhenti merokok,” ia menambahkan.
Larangan penjualan rokok secara eceran tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.