wmhg.org – JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menilai, revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor perlu dilakukan dengan pendekatan per sektor industri.
Memang lebih baik jika dikategorikan per komoditas. Jika digabungkan seperti sekarang, masing-masing komoditas memiliki karakteristik berbeda, ujar Redma kepada Kontan.co.id, Minggu (16/3).
Menurutnya, kebijakan impor di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) sebaiknya dikembalikan seperti aturan sebelumnya, yakni Permendag No. 36 Tahun 2023.
Di sektor TPT, revisi Permendag 8/2024 sangat penting, terutama terkait aturan pertimbangan teknis untuk tekstil yang digunakan dalam produksi garmen. Sebaiknya, aturan ini dikembalikan seperti dalam Permendag 36/2023, tambahnya.
Redma juga mengungkapkan bahwa APSyFI telah dilibatkan dalam diskusi revisi Permendag 8/2024 bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta revisi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 5 Tahun 2024 sebagai acuan pertimbangan teknisnya.
Minggu lalu kami bertemu dengan Menteri Perdagangan, dan saat ini revisi aturan tersebut sudah berada di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, jelasnya.
Lebih lanjut, Redma menyoroti dampak negatif dari Permendag 8/2024 terhadap industri tekstil dalam negeri.
Menurutnya, aturan ini memberikan relaksasi bagi impor pakaian jadi tanpa memerlukan pertimbangan teknis, sehingga perizinannya menjadi lebih longgar.
Oleh karena itu, kami meminta agar revisi Permendag 8/2024 mengembalikan peraturan teknis (pertek) untuk impor pakaian jadi, tutupnya.
Sebagai informasi, Permendag 8/2024 sempat mendapat protes dari kalangan buruh karena dinilai berdampak negatif terhadap industri tekstil nasional.
Mereka menilai aturan ini membuka lebih banyak peluang bagi produk tekstil asing untuk masuk ke pasar domestik, yang berujung pada peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan sejumlah pabrik tekstil dalam beberapa waktu terakhir.