Jakarta Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) memastikan dukungan dan merealisasikan Program Pembangunan 3 Juta Rumah yang dicanangkan presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Pencapaian program tersebut diyakini mampu menuntaskan backlog perumahan, sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
“REI adalah kekuatan terdepan yang paling siap merealisasikan target pembangunan 3 juta rumah tersebut,” tegas Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto, Jumat (2/8/2024).
Berdasarkan data SiKumbang, pada 2023 REI berkontribusi sebesar 44,6 persen terhadap realisasi pembangunan rumah bersubsidi, dan 55,4 persen untuk rumah komersial (nonsubsidi). Sementara per 23 Juli 2024, realisasi rumah subsidi anggota REI mendominasi sebesar 46 persen, dan 54 persen untuk rumah komersial.
Untuk menyukseskan program 3 juta rumah, REI bahkan telah menyiapkan beberapa strategi. Pertama, mendorong pemerintah untuk menyiapkan captive market-nya terlebih dahulu melalui data profiling mengenai kriteria, siapa dan dimana saja masyarakat yang membutuhkan rumah. Dengan adanya profiling yang jelas by name by address, maka saat program 3 juta rumah ini berjalan nantinya akan inline antara pasokan dan permintaan.
“Profiling terhadap data backlog ini perlu dilakukan sehingga rumah yang dibangun nantinya dapat ter-deliver secara baik, terjaga dan tepat sasaran,” ujar CEO Buana Kassiti Group itu.
Kedua, REI bersama LM UI sedang melakukan riset untuk menghitung secara lebih akurat seberapa besar sebenarnya dampak industri properti terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, REI juga sudah menyiapkan peta jalan (road map) untuk menyelesaikan backlog perumahan melalui pendekatan propertinomic.
“Road map ini sudah kami sampaikan langsung kepada presiden terpilih Bapak Prabowo Subianto. Beliau sangat mengerti dan memahami persoalan yang terjadi di sektor perumahan serta paham pentingnya perumahan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” sebut Joko Suranto.
Ketiga, REI saat ini tengah memitigasi beberapa peraturan yang perlu disinkronisasi dan diharmonisasi. Khusus untuk perizinan, sinkronisasi mendesak dilakukan karena sudah melenceng jauh dari semangat UU Cipta Kerja yang menekankan perizinan yang sederhana dan cepat berbasis OSS (Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik).
Tetapi kenyataan di lapangan, saat ini pengendali perizinan kembali seperti sebelumnya yang berpusat di pemerintah daerah.