Jakarta Meskipun adopsi kecerdasan buatan (AI) dalam dunia bisnis terus meningkat pesat, banyak perusahaan masih menghadapi tantangan besar dalam implementasinya.
Studi terbaru dari IBM Institute for Business Value mengungkapkan meskipun pengeluaran untuk AI diprediksi meningkat hingga 52% di luar anggaran TI tradisional pada 2025, masih ada kendala dalam tata kelola, kesiapan tenaga kerja, dan integrasi AI dalam strategi bisnis.
Laporan Embedding AI in Your Brand’s DNA menunjukkan bahwa banyak perusahaan berupaya mengadopsi AI di berbagai lini bisnis, mulai dari layanan pelanggan hingga manajemen rantai pasokan.
Namun, hanya 25% perusahaan yang telah sepenuhnya menerapkan framework tata kelola AI yang memadai. Hal ini menimbulkan risiko dalam aspek transparansi, bias, dan keamanan data yang dapat menghambat penerapan AI secara luas.
Tantangan Regulasi dan Tata Kelola
Selain tantangan regulasi dan tata kelola, kesiapan tenaga kerja juga menjadi isu utama. Studi IBM menemukan bahwa 31% karyawan perlu memperoleh keterampilan baru untuk bekerja dengan AI dalam satu tahun ke depan, dengan angka ini diperkirakan naik menjadi 45% dalam tiga tahun mendatang.
Banyak perusahaan masih berjuang dalam menyiapkan program pelatihan dan transformasi organisasi untuk memastikan AI dapat digunakan secara optimal tanpa mengurangi peran manusia.
Penggunaan AI dalam layanan pelanggan diprediksi meningkat hingga 236% dalam 12 bulan ke depan. Namun, hanya 55% dari peningkatan ini yang akan melibatkan kolaborasi antara manusia dan AI, sementara 30% lainnya akan bergantung pada otomatisasi penuh.
Perusahaan dituntut untuk menemukan keseimbangan antara efisiensi dan keterlibatan manusia dalam pengambilan keputusan.
Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia, menekankan bahwa keberhasilan adopsi AI tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga kesiapan organisasi.
“Kami melihat meskipun banyak perusahaan ingin berinvestasi dalam AI, tantangan utama tetap pada bagaimana mereka mengelola risiko dan menyiapkan tenaga kerja yang siap beradaptasi,” ujarnya dalam laporan yang diterima www.wmhg.org