Jakarta – Kinerja APBN hingga Maret 2025 tercatat mengalami defisit Rp 104,2 triliun atau setara 0,43 persen dari produk domestik bruto (PDB). Raport itu diumumkan Kementerian Keuangan jelang berlakunya tarif resiprokal dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump per 9 April 2025.
Meskipun begitu, ekonom senior Indef Aviliani menilai, kinerja APBN masih dalam kondisi sehat, karena defisit sebesar 0,43 persen dari PDB) masih dalam sasaran target Kemenkeu di 2025 sebesar 2,53 persen dari PDB.
Walaupun APBN dalam kondisi defisit, tetapi keseimbangan primer masih surplus sebesar Rp 17,5 triliun. Hal ini merupakan katalis positif, ujar Aviliani kepada www.wmhg.org, dikutip pada Kamis (10/4/2025).
Ke depan, ia pun menyarankan pemerintah untuk menerapkan strategi counter cyclical. Untuk menangkal dampak siklus ekonomi yang ada saat ini, khususnya kebijakan tarif Trump.
Strategi yang perlu dilakukan oleh Kemenkeu dalam tata kelola APBN, terutama pasca tarif reciprocal Trump adalah kebijakan yang bersifat counter-cylical untuk menjaga perekonomian domestik, ungkapnya.
Berikutnya, ia menilai pengalihan anggaran dan efisiensi perlu dievaluasi. Untuk diprioritaskan kepada alokasi yang mempunyai dampak pada pertumbuhan ekonomi, termasuk di daerah.
Selain itu, untuk menaikkan pajak perlu dilakukan ekstensifikasi pajak dari underground economy, dan wajib pajak yang belum membayar pajak, kata Aviliani.