Jakarta Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan bahwa rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang produk tembakau dan rokok elektronik dapat menimbulkan hambatan pada target pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dari 5 persen.
Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad menjelaskan bahwa hal itu berkaitan dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 308 triliun jika tiga poin kebijakan RPMK diberlakukan, yaitu produk rokok kemasan polos, larangan berjualan rokok dalam radius 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain serta larangan iklan rokok.
Berat kalau misalnya secara agregat kita ingin (perekonomian) tumbuh di atas 5 persen. Tapi kita sudah berkurang totalnya hampir Rp 308 triliun, ungkap Tauhid dalam kegiatan diskusi Industri Tembakau Suram, Penerimaan Negara Muram di Jakarta, dikutip Selasa (24/9/2024).
Kerugian Pajak
Tauhid lebih lanjut membeberkan, ada potensi kerugian hingga 7 persen atau sekitar Rp 160 triliun dari total penerimaan perpajakan nasional jika tiga kebijakan RPMK tersebut diterapkan.
Ia juga menyebut, kerugian pajak 7 persen cukup besar jika dibandingkan dengan rasio pajak (tax ratio) Indonesia sebesar 10 – 11 persen.
Tauhid mengingatkan, jika kerugian pajak mencapai 7 persen dari total penerimaan pajak nasional maka masalah tersebut dapat menjadi tugas berat bagi Menteri Keuangan (Menkeu) di pemerintahan baru nantinya untuk menaikkan rasio pajak.
Betapa beratnya Menteri Keuangan yang baru untuk menaikkan rasio pajak kalau harus kehilangan Rp160,6 triliun, imbuhnya.