Jakarta Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 menuai banyak protes. Aturan ini dikhawatirkan bakal mengancam industri hasil tembakau, termasuk para tenaga kerja yang menggantungkan mata pencaharian pada industri ini.
Koordinator Bidang Pemasyarakatan Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Nikodemus, menyoroti dampak dari aturan rokok yang restriktif. Ia khawatir aturan-aturan tersebut dapat mengganggu hubungan para buruh dengan industri.
Tentu ini jadi problem, ruang lingkup kami yaitu mempertahankan status hubungan kerja. Dari sisi ini, kami mem-backup dan mempertahankan hak-hak pekerja dan buruh. Kami ingin pekerja tidak jadi korban aturan yang tidak seimbang, tegasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (25/9/2024).
Dalam pandangan Niko, aturan kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK serta zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau dalam PP 28/2024, berpotensi terhadap pengurangan tenaga kerja secara luas. Sekaligus mematikan keberlangsungan mata pencaharian jutaan jiwa.
Minimnya pelibatan dalam penyusunan regulasi juga menjadi hal yang digarisbawahi. Sebab hal ini menimbulkan gejolak yang luas dari para pekerja.
Pemutusan Hubungan Kerja
Kami turut khawatir adanya potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dari aturan-aturan tersebut yang seharusnya ini menjadi jalan terakhir setelah melalui berbagai tahapan. Jadi kami tidak bisa melarang atau juga mendukung jika kawan-kawan turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi. Kami apresiasi perjuangan kawan-kawan untuk mempertahankan harkat dan martabat, kata Niko.
Di sisi lain, Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, turut mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap perumusan PP 28/2024 maupun RPMK. Imbas minimnya keterlibatan kalangan pekerja dalam pembuatan regulasi tersebut.
Kami merasa hak kami sebagai pekerja tidak terlindungi dengan baik dan terus-menerus mengajukan protes. Padahal, seharusnya pemerintah melindungi industri hasil tembakau yang telah menjadi sawah ladang tenaga kerja dan sumber mata pencaharian kami selama ini. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, keluhnya.