Jakarta Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) mencuat jelang dalam waktu dekat. Beberapa perusahaan besar seperti Yamaha Music hingga Sritex Group menutup tempat produksinya, membuat para pekerjanya terpaksa menganggur.
Peristiwa ini dinilai sedikit mengganggu momen Ramadan dan Lebaran 2025. Dua momen suci umat Islam yang kerap mendulang perputaran ekonomi besar.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, tak mengelak jika badai PHK bakal turut berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di musim Ramadan dan Lebaran tahun ini.
Menurut dia, gelombang PHK lebih punya imbas besar terhadap pertumbuhan ekonomi ketimbang peristiwa ekonomi lain yang kini terjadi. Lantaran itu berpotensi menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga.
Kalaupun ada case-case, sebagian besar mungkin berdampak ke masyarakat, terutama yang PHK. Kalau case lain mungkin enggak direct (dampaknya), tapi kalau PHK direct ke sana. Karena kan konsumsi rumah tangga penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar, ujarnya kepada www.wmhg.org, Selasa (11/3/2025).
Tak Berdampak Langsung ke Daya Beli
Pandangan sedikit berbeda diutarakan Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda. Meskipun tidak menampik adanya gelombang PHK, ia menilai dampaknya tidak akan langsung mengganggu daya beli rakyat.
Meskipun memang ada PHK, tapi saya rasa efeknya belum terasa karena ada efek JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan). Baru setelah 4-6 bulan, efek PHK baru terasa kepada permintaan agregat, kata Nailul kepada www.wmhg.org.
Nailul menilai, pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 akan banyak dipengaruhi oleh Ramadan dan Lebaran. Sebab secara siklus, perputaran ekonomi di bulan suci lebih tinggi dibandingkan periode normal.
Terlebih di ramadhan dan lebaran ada kenaikan pendapatan berupa THR. Pendapatan disposable (sekali pakai) masyarakat akan relatif meningkat, ungkap dia.