Jakarta Kenaikan PPN ke 12% kini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Khawatir pengeluaran akan bertambah secara signifikan, banyak masyarakat yang mulai kontra akan hadirnya kebijakan tersebut. Belum lagi, banyak yang berspekulasi bahwa naiknya PPN ke 12% ini bisa berpengaruh terhadap pemasukan dan tabungan pribadi.
Perlu diketahui bahwa PPN ke 12% yang mulai diberlakukan pada awal tahun depan sebetulnya sudah masuk ke dalam komponen APBN 2025. Tentu, kebijakan ini juga sudah dipikirkan betul-betul untuk mendongkrak ekonomi nasional dan sekaligus menghindari kerugian besar terhadap masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.
Indonesia selama ini diketahui memiliki tarif PPN yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara lain, seperti rata-rata OECD (sekitar 19%). Bahkan dampak kenaikan dari PPN ini tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap inflasi, hanya naik sekitar 0,2% dari nilai inflasi sebelumnya.
“Kenaikan PPN bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dan memperluas ruang fiskal (fiscal space) demi mendukung pembangunan berkelanjutan, seperti yang tercantum dalam tujuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dibandingkan dengan negara lain, tarif PPN Indonesia masih relatif rendah. Mayoritas negara maju sendiri memiliki tarif PPN antara 15-25%, sehingga langkah ini juga sejalan dengan tren internasional,” ujar Josua Pardede, seorang ekonom bank senior.