Jakarta – Bank Indonesia (BI) menjelaskan, terjadinya deflasi selama tiga bulan terakhir bukan tanda ada resesi. Melainkan, deflasi yang dialami Indonesia dalam kurun waktu tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi pada komponen harga pangan bergejolak.
Diketahui, resesi dapat terjadi lantaran disebabkan oleh beberapa hal di antaranya guncangan ekonomi mendadak, perubahan ekonomi, inflasi tinggi, pengelolaan utang yang tidak sehat, gelembung aset, dan tingkat deflasi yang signifikan.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, mengatakan meskipun komponen volatile food terkoreksi di bawah 5 persen, padahal sebelumnya mencapai 9 persen. Namun, inflasi inti tetap stabil lantaran ekspektasi yang terjaga dan kapasitas ekonomi yang mencukupi.
Kalau terkait daya beli segala macam itu dikaitkan dengan inflasi inti. Tapi dalam press conference kemarin inflasi inti kalau kami lihatnya dari ekspektasi yang terjaga, dari kapasitas perekonomian yang masih cukup dan dari imported inflation yang terkendali,” kata Juli dalam diskusi bersama media, di Bali, ditulis Senin (26/8/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, menyebutkan deflasi biasanya dipengaruhi oleh koreksi komponen harga pangan bergejolak. Bahkan beberapa waktu lalu inflasi harga pangan yang tinggi telah menyebabkan kekhawatiran terhadap masyarakat terkait ketahanan pangan dalam negeri.
Oleh karena itu, baik inflasi harga pangan maupun deflasi juga menjadi perhatian Bank Indonesia untuk menjaga dinamika perekonomian dan inflasi dalam negeri tetap stabil.