Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan penyesuaian tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) memiliki dampak signifikan terhadap harga jual eceran rokok.
Cukai hasil tembakau secara tidak langsung memang menaikan harga jual eceran, Deputi Bidang Statistik dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers BPS, ditulis Jumat (3/1/2025).
Meskipun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait CHT ini berbeda dengan regulasi yang mengatur harga jual eceran rokok, data yang ada menunjukkan bahwa pada tahun 2024 terjadi kenaikan harga rokok yang cukup tajam. Berdasarkan PMK Nomor 191 tahun 2022, rokok jenis SKM dan jenis Sigaret Putih Mesin (SPM) tarif cukainya naik 12%.
Sementara, Sigaret Kretek Tangan (SKT) maupun Sigaret Putih Tangan (SPT) naik sekitar 3-5%. Kenaikan tarif cukai rokok ini secara langsung berpengaruh terhadap biaya produksi dan distribusi rokok.
Produsen rokok, sebagai bagian dari rantai pasokan, cenderung menyesuaikan harga jual untuk menjaga margin keuntungan mereka setelah adanya kenaikan cukai. Akibatnya, konsumen merasakan dampaknya berupa harga rokok yang semakin mahal di pasaran.
Lebih lanjut, meskipun regulasi terkait harga jual eceran rokok dan tarif cukai rokok memiliki perbedaan, kenaikan cukai tembakau tetap memberikan kontribusi terhadap inflasi rokok. Inflasi ini menunjukkan seberapa besar harga barang dan jasa yang terkait dengan rokok mengalami kenaikan.
Sebagai produk dengan daya tarik konsumen yang besar, terutama di kalangan perokok aktif, rokok cenderung mengalami dampak inflasi yang cukup besar dari kebijakan kenaikan cukai.
Meskipun PMK CHT ini berbeda dengan PMK hasil harga jual eceran, namun di 2024 memang tertangkap bahwa terjadi kenaikan harga rokok, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kenaikan cukai rokok juga berpengaruh terhadap kenaikan inflasi rokok, ujarnya.
Dalam laporan BPS, rokok dengan jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) menjadi salah satu komoditas utama yang menyumbang inflasi di Desember 2024.