Jakarta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta semua pemangku kepentingan bersikap bijaksana dalam menyikapi pembahasan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) yang akan diputuskan pemerintah pada November mendatang.
Pasalnya, penetapan UMP 2025 sangat menentukan minat investasi asing di tengah upaya Pemerintahan baru mencari suntikan dana guna melanjutkan pembangunan.
Ketua Apindo Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam menilai Pemerintah Indonesia telah berhasil merumuskan formula penghitungan UMP yang adil bagi pekerja dan pengusaha seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. PP tersebut merupakan revisi dari dua aturan terdahulu yaitu PP Nomor 36 Tahun 2021 dan PP Nomor 78 Tahun 2015.
“Dalam menetapkan UMP yang baru sebaiknya tetap gunakan formula PP 51, jangan berubah lagi formulanya. Karena kepastian hukum itu bukan hanya penting bagi dunia usaha, tetapi juga untuk pekerja dan para investor juga,” ujar Bob, dikutip Kamis (31/10/2024).
Ia mencontohkan, apabila ada investor asing yang berminat menanamkan modal di Indonesia pasti akan menghitung berapa besar biaya operasional termasuk gaji pekerja minimal selama 5 tahun ke depan. Jika rumusan perhitungan penetapan UMP berubah setiap tahun, maka hal tersebut bisa memicu investor asing lebih memilih berinvestasi di negara tetangga.
“Bagaimana cara menghitung labour cost selama 5 tahun ke depan kalau tiap tahun ditetapkan semau-maunya. Kalau upah dinaikkan tinggi dalam situasi permintaan yang lemah saat ini, mustahil bagi perusahaan menaikkan harga jual produknya. Opsinya adalah menekan margin. Tetapi kalau margin dikurangi terlalu besar, investor tidak akan masuk. Mereka akan menghitung potensi margin lebih besar jika investasi di Vietnam misalnya. Jadi ini semua harus kita pertimbangkan,” papar Bob.
Apindo menurut Bob sangat mendukung upaya Presiden Indonesia yang baru dilantik, Prabowo Subianto untuk memperkuat perekonomian nasional dengan prinsip ekonomi kerakyatan. Sebagai bagian dari rakyat, Apindo sependapat bahwa buruh juga menjadi target yang perlu dinaikkan daya belinya agar ekonomi negara berputar lebih kencang.
Oleh karena itu, Apindo menurutnya tidak mempermasalahkan aksi demonstrasi sejumlah kelompok buruh menuntut kenaikan UMP sebesar 8-10%.
“Dari sisi ini kita sangat setuju, bahwa harus ditingkatkan pendapatannya. Tetapi yang sifatnya sustain, jangan sampai sekarang naik tinggi tetapi kemudian kehilangan pekerjaan karena perusahaannya rugi. Kenaikan yang tidak sustain itu adalah yang kenaikan UMP-nya melebihi produktivitas. Suatu perusahaan katakanlah produktivitasnya 5%, lalu upahnya naik 7%, selisih 2% nya itu pasti akan dilempar ke harga jual produk. Jadi kalau kita naikkan tinggi upah buruh, lalu harga-harga ikutan naik, ujungnya tidak ada artinya,” ujarnya.