Jakarta Ekonom sekaligus Direktur eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai bahwa Pemerintah perlu mempertimbangnkan perluasan insentif kepada para pengusaha di berbagai sektor, imbas kenaikan PPN menjadi 12%.
Menurutnya, perluasan ini diperlukan untuk mencegah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, terutama di industri yang paling berisiko terkena dampak kenaikan PPN 12%.
“Insentif perlu ditinjau ulang, kalau misalnya di kuartal pertama 2025 perkonomian ternyata tidak naik dan hanya di kisaran 5,0%, maka harus dipertimbangkan untuk diperpanjang,” kata Tauhid Ahmad kepada www.wmhg.org di Jakarta, Selasa (17/12/2024).
“Pemerintah harus mengupayakan agar dari kenaikan ini mencegah atau tidak ada PHK di semua perusahaan-perusahaan-perusahaan yang terkena dampak kenaikan PPN 12%, terutama fasilitas atau insentif perpajakan bagi perusahaan yang saat ini sedang kena masalah (keuangan),” ujar dia.
“Karena kalau terjadi PHK terus, maka mereka sulit mendapatkan income,” sambungnya.
Sebagai informasi, Pemerintah menyiapkan insentif kepada dunia usaha berupa Perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% sampai dengan tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM, yang telah memanfaatkan selama 7 tahun dan berakhir di tahun 2024.
Untuk UMKM dengan omset dibawah Rp500 juta/tahun sepenuhnya dibebaskan dari pengenaan PPh tersebut.
Selain itu, Pemerintah juga menyiapkan Pembiayaan Industri Padat Karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5%.
Tauhid juga melihat, Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memperpanjang masa penyaluran bantuan pangan dan energi dengan adanya PPN 12%.