Jakarta – CEO Tesla, Elon Musk, baru saja kalah dalam upaya hukum untuk mengembalikan paket gaji 2018 senilai USD 56 miliar atau sekitar Rp 8.921 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.932)
Hakim Delaware, Kanselir Kathaleen McCormick menegaskan, rencana kompensasi tersebut tidak sah karena proses yang digunakan untuk menyetujuinya penuh dengan kekurangan. Paket ini tercatat sebagai salah satu kompensasi eksekutif terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Dilansir dari CNBC, Selasa (3/12/2024).
Keputusan muncul setelah pengadilan memutuskan Elon Musk memiliki kendali penuh atas Tesla ketika paket gaji disetujui. Menurut Hakim, dewan direksi Tesla tidak bernegosiasi secara adil, tetapi malah mengikuti keinginan Musk. Menurut McCormick, proses ini menunjukkan adanya cacat serius yang membuat paket tersebut tidak dapat dibenarkan.
Setelah keputusan awal pada Januari 2023, Tesla berupaya memperbaiki situasi dengan mengadakan pemungutan suara pemegang saham pada rapat tahunan Juni 2023 di Austin, Texas.
Tesla berharap hasil suara ini dapat meratifikasi atau mengesahkan kembali paket gaji Musk. Akan tetapi, hakim McCormick menolak argumen ini. Dia menyatakan, pengadilan tidak dapat membiarkan pihak yang kalah menambah fakta baru setelah keputusan diambil. Jika hal itu diizinkan, kata dia, proses hukum akan menjadi tidak ada akhirnya.
Musk dan Tesla juga mengindikasikan akan mengajukan banding atas keputusan ini. Musk, melalui media sosial X, menyebut putusan tersebut sebagai korupsi mutlak.
Sebagai bagian dari keputusan ini, hakim McCormick menyetujui pembayaran biaya pengacara sebesar USD 345 juta. Biaya ini diberikan kepada firma hukum Bernstein, Litowitz, Berger & Grossmann yang mewakili para pemegang saham Tesla dalam kasus tersebut. Firma ini menyatakan puas dengan keputusan pengadilan yang mereka nilai adil dan memberikan kepastian hukum yang penting.