Jakarta – Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menyoroti kondisi UMKM saat ini yang belum baik-baik saja akibat beberapa hal. Lantaran banyak pelaku usaha mikro dan kecil yang belum pulih sepenuhnya dari pandemi Covid-19, juga terpukul akibat pelemahan daya beli masyarakat pada 2 tahun terakhir.
Ditambah rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Ia khawatir rentetan peristiwa itu bakal semakin memukul UMKM, hingga membuatnya tutup usaha dan terjadi PHK besar-besaran.
Banyak UMKM yang mengklaim turun omzet-nya hingga 60 persen. Kondisi ini dikhawatirkan akan membuat banyak UMKM gulung tikar dan menambah jumlah pengangguran, ujar Nailul kepada www.wmhg.org, Rabu (4/12/2024).
Terlebih tahun depan nampaknya akan naik tarif PPN menjadi 12 persen. Daya beli masyarakat akan lebih lama pulihnya, dia menegaskan.
Menurut dia, kenaikan PPN 12 persen bakal menimbulkan efek berkepanjangan terhadap UMKM, hingga membuatnya sulit bertahan dari dinamika yang ada.
Bahkan dikhawatirkan akan memukul industri yang ber-impact kepada kemampuan UMKM untuk bertahan. Saya rasa dampaknya akan signifikan ke UMKM, kata Nailul.
Terpisah, ekonom dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai, UMKM bakal terkena imbas kenaikan PPN, lantaran kebijakan itu berpotensi menimbulkan gejolak sosial di tingkat konsumen, khususnya masyarakat ekonomi menengah.
Masyarakat kelas menengah yang akan paling merasakan dampaknya. Mereka akan lebih menderita akibat kebijakan ini, kata Achmad.
Menurut Achmad, meskipun masyarakat kelas bawah juga akan terpengaruh, mereka memiliki kemampuan untuk bertahan lebih baik dibandingkan kalangan menengah. Disebabkan oleh adanya bantuan sosial (bansos) yang sering diberikan pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos), di mana data penerima bansos tercatat dengan jelas.
Namun, lanjut Achmad, kalangan menengah tidak menerima bansos karena dianggap mampu secara ekonomi. Selain itu, data mereka tidak terdaftar di Kemensos, yang menyebabkan mereka tidak mendapat dukungan dari pemerintah.
Meskipun gaji mereka naik 6,5 persen, mereka berharap bisa mempertahankan daya beli mereka. Namun, dengan kenaikan pajak 12 persen, kenaikan gaji tersebut menjadi tidak berarti, tutur Achmad.