Jakarta – Sertifikat rumah bisa disebut menjadi salah satu barang mewah yang dimiliki masyarakat. Namun, praktik pengembang atau developer nakal dituding menyebabkan tak terbitnya sertifikat rumah dalam waktu lama, meski cicilan sudah dilunasi.
Praktik developer nakal sudah menjadi sorotan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN. Data yang dikumpulkan menunjukkan ada 4.000 developer nakal yang membuat 120.000-an sertifikat rumah tak terbit pada 2019.
Asosiasi Pengembang dan Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) turut buka suara terkait hal tersebut. Ketua Umum DPP Apersi, Junaidi Abdillah mempertanyakan kategori developer nakal yang disangkakan tersebut.
Katagori nakal seperti apa yg disampaikan sampai sekarang saya belum paham, kata Junaidi saat dihubungi www.wmhg.org, Kamis (30/1/2025).
Dia mengatakan, jika persoalannya adalah sertifikat kepemilikan rumah, maka tanggung jawabnya tak hanya ada di pengembang. Tapi ada pula pihak perbankan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), hingga notaris.
Jika ada permasalahan sertifikat yang belum terselesaikan tentunya Bank, ATR/BPN, pengembang dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang memprosesnya, duduk bareng untuk mendiskusikan, saya yakin ada jalan keluarnya, beber dia.
Dia mengatakan, proses penerbitan sertifikat rumah saat ini sudah semakin ketat jika berkaitan dengan kredit pemilikan rumah (KPR). Dia menduga, kasus itu bisa saja ditemukan jika terjadi 10 tahun lalu.
Kasus belum terselesaikannya sertifikat ini saya yakin terjadi ketika prosesnya di atas 10 tahun lalu, tidak seperti sekarang database dan prosesnya berbasis tekhnologi, SOP lebih baik, kita paham 10 tahun lalu proses sertifikasi tanah syarat kepentingan, urainya.Â
Bank sekarang lebih teliti didalam proses pada saat akad KPR, seperti contoh sertifikat tanah harus jadi sebelum akad KPR dilaksanakan. Kalau kasus yang muncul sekarang atas proses 10 tahun lalu saya pikir ini kesalahan kolektif yang harus segera diselesaikan bersama, imbuh Junaidi.