Jakarta Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus menghantui industri padat karya seperti manufaktur, garmen, dan tekstil. Di tengah melemahnya daya beli masyarakat, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada industri akan semakin memperburuk keadaan.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengungkapkan bahwa 46.240 pekerja di Indonesia mengalami PHK selama periode Januari hingga Agustus 2024. Memang kita akhir-akhir ini banyak mengalami PHK ya. Kita terus memitigasi agar jangan sampai PHK itu terjadi,” katanya.
Harapannya, badai PHK yang mengancam ini tak akan lebih tinggi dibandingkan dengan angka PHK pada 2023.
Senada, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM), Sudarto, mengingatkan bahwa ancaman PHK tidak hanya terbatas pada sektor-sektor tersebut, tetapi juga mengancam Industri Hasil Tembakau (IHT) yang selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
“Seharusnya, berbagai industri padat karya yang dapat membuka lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar harus dipertahankan dan dilindungi dengan kebijakan yang baik,” terangnya Selasa (17/9/2024).
Ia melanjutkan IHT, yang merupakan sawah ladang para pekerja, kini sudah sangat tertekan oleh berbagai kebijakan dan regulasi yang bertujuan untuk mematikan IHT, seperti kebijakan kenaikan cukai yang sangat tinggi, PP 28/2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
“Faktanya, dengan kondisi saat ini, penerimaan negara tidak tercapai dan rokok ilegal makin bertumbuh. Sementara, rokok legal tertekan aturan yang semakin ketat dan daya beli masyarakat turun. Akhirnya, pelaku rokok legal bisa mati, kalah dengan rokok ilegal,” terangnya.