Jakarta Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan pentingnya pengakuan hukum bagi ojek online (ojol) sebagai transportasi umum. Saat ini ojek online belum mendapatkan pengakuan resmi dalam sistem hukum Indonesia, terutama dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) No. 22 Tahun 2009.
Ketidakjelasan status hukum ini menjadi dasar bagi aplikator untuk menyatakan bahwa pengemudi ojek online bukan pekerja, melainkan mitra. Akibatnya, mereka tidak memiliki hak yang sama seperti pekerja sektor transportasi lain, termasuk dalam hal tunjangan hari raya (THR).
Masalah sesungguhnya ojek online adalah tidak adanya regulasi hukum pengakuan terhadap ojek online dalam sistem hukum di UU LLAJ No:22 Tahun 2009. Akibatnya isu THR kepada sopir ojek online terus mengemuka setiap tahun, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri, kata Azaz, dalam keterangannya, Jumat (7/3/2025).
Ia mengakui, memang jika ingin memberikan THR perlu adanya dasar gaji sebagai dasar perhitungan pemberian THR kepada pekerja oleh perusahaan.
Oleh karena itu, perlu adanya dasar perhitungan agar THR tetap bisa diberikan oleh aplikator dan dinikmati sopir ojek online beserta keluarganya.
Supaya tidak setiap tahun jadi masalah setiap tahun dengan alasan saya yakni hubungannya hanya mitra bukan sebagai pekerja aplikator, maka perlu adanya langkah hukum lebih maju sebagai penyelesaiannya, katanya.
Azaz menilai dengan statusnya sebagai mitra, pengemudi ojol tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Mereka menghadapi berbagai tantangan seperti pemotongan komisi hingga 25%, kebijakan putus mitra yang sewenang-wenang, serta tarif yang sering kali merugikan mereka.
Menurutnya, tanpa regulasi yang jelas, posisi pengemudi dalam hubungan kerja dengan aplikator menjadi sangat lemah.