Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah bersiap untuk meluncurkan sistem pajak canggih, atau dikenal sebagai Core Tax Administration System (CTAS) akhir tahun ini.
Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak (DJP), Muchamad Arifin mengutip prediksi Bank Dunia (World Bank) yang menunjukkan bahwa sistem pajak canggih bisa menambah penerimaan sebesar 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia), selama lima tahun diberlakukan.
Arifin memaparkan, sebagaj contoh, dengan PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp.20.000 triliun, bila penerimaan bertambah 1,5% dari PDB maka bernilai sekitar Rp 350 triliun.
Namun ia juga menekankan, penerimaan negara tidak akan dengan instan naik setelah CTAS diberlakukan. Maka dari itu, dibutuhkan sekitar 5 tahun untuk mencapai hasil yang besar.
“Tidak mungkin misalnya setelah diterapkan, tahun depan bisa tambah 1,5% dari PDB. (Penerimaan negara) bertambah sekitar 5 tahunan (setelah CTAE). Tapi itu kan studi dari World Bank, jadi belum tentu kalau diterapkan akan sama (hasilnya),” kata Arifin dalam kegiatan media gathering Kementerian Keuangan di Anyer, Banten pada Kamis (26/9/2024).
Namun, Arifin belum mengungkapkan hasil perhitungan DJP terkait potensi penerimaan tambahan dari pemberlakukan CTAS.
Menurutnya, setelah coretax system diberlakukan, dan data dari Lembaga, dan instansi Sudah masuk kedalam sistem, maka dipastikan penerimaan atau rasio pajak dapat tumbuh.