Jakarta – Kondisi pangan dunia ke depan akan semakin penuh dengan ketidakpastian, bahkan ada gejala krisis bagi Indonesia.
Hal itu diungkapkan oleh lembaga riset Bright Institute, dalam hasil studi terbarunya. Dalam diskusi webinar yang dilaksanakan pada Selasa sore, 8 Oktober 2024, Bright Institute menilai pemicu krisis pangan ini memang bukan semata persoalan produksi, melainkan juga terhadap kondisi politik regional yang makin panas di beberapa kawasan.
Suplai beras dunia sedang terganggu saat ini, sementara permintaan tidak berkurang. Harga beras pun makin melambung. Kekhawatiran akan krisis pangan yang meluas pada tahun-tahun mendatang, membuat beberapa negara mengamankan persediaannya, termasuk membatasi ekspornya, ungkap ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizky, dikutip Rabu (9/10/2024).
Awalil menjelaskan, selama beberapa tahun terakhir, terjadi perubahan menuju tren proteksionisme di berbagai negara bahwa pangan merupakan salah satu komoditas strategis selain energi dan senjata, sehingga banyak negara produsen pangan dan pupuk lebih cenderung untuk beralih dari orientasi perdagangan menjadi orientasi ketahanan dalam negeri ketika ada guncangan geopolitik. Hal ini mengakibatkan rawan pangan pada Indonesia dengan 285 juta penduduk.
RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015—2019 dan 2020—2024 yang dibuat oleh pemerintahan Presiden Jokowi sendiri sebenarnya sudah menarasikan perhatian pada persoalan ini, namun realisasinya sangat jauh dari yang diharapkan,” papar Awalil.