Jakarta Lembaga pemeringkat S&P Global mengingatkan bahwa ekonomi global tengah memasuki masa berbahaya menyusul ketegangan di Timur Tengah yang terus meningkat.
Mengutip CNBC International, Rabu (9/10/2024) wakil ketua S&P Global, Daniel Yergin mengatakan bahwa ia serangan Israel ke Palestina dan beberapa negara tetangga di Timur Tengah tidak hanya akan menjadi pengulangan, tetapi akan menimbulkan dampak yang jauh lebih berat.
Ketika ditanya apakah ekonomi global berada di ambang guncangan pasokan lain yang diakibatkan oleh ketegangan Timur Tengah, Yergin mengatakan ini adalah waktu yang genting bagi pasar.
Saya pikir ini adalah waktu yang sangat berbahaya, yang belum pernah kita lihat, kata Yergin.
Pertaruhannya adalah bahwa Israel tidak akan menyerang, mencoba menyerang, fasilitas nuklir (Iran) saat ini. Namun beberapa bulan dari sekarang, beberapa minggu dari sekarang, apa pun itu, Iran akan memiliki kapasitas yang diperkirakan untuk mengirimkan senjata nuklir, dan itu meningkatkan taruhannya, sebutnya.
Sejak konflik Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober 2023 lalu, pasar minyak hanya mengalami sedikit gangguan, dengan harga tetap tertekan akibat peningkatan produksi AS dan melemahnya permintaan dari China.
Namun, sentimen ini telah berubah. Harga minyak dunia melonjak pekan lalu karena kekhawatiran bahwa Israel dapat menargetkan industri minyak Iran sebagai respon atas serangan rudal balistik Teheran, dengan analis industri menyuarakan kekhawatiran tentang ancaman nyata terhadap pasokan.
Israel belum menyimpulkan apa yang akan mereka lakukan dalam hal serangan, itu masih dalam pembahasan, kata Presiden AS Joe Biden kepada wartawan dalam jumpa pers di Gedung Putih pekan lalu, seraya menambahkan bahwa ia mencegah Israel menyerang fasilitas minyak Iran.
Pekan lalu, kedua harga minyak dunia mengalami kenaikan mingguan terbesar sejak Maret 2023.
Selama perdagangan Asia pada hari Selasa, patokan global Brent merosot 1,77% menjadi USD 79,50 per barel, sementara West Texas Intermediate AS diperdagangkan 1,83% lebih rendah pada USD 75,77 per barel.