Jakarta HSBC Global Private Banking (HSBC GPB) memproyeksi perekonomian enam besar negara di ASEAN, termasuk Indonesia, bisa tumbuh di kisaran 4,8%. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN sebesar 4,4% dan rata-rata pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,7%.
Chief Investment Officer, Southeast Asia and ASEAN for Private Banking and Wealth Management HSBC, James Cheo mengungkapkan bahwa bahwa ekonomi Indonesia di tahun 2025 diprediksi akan diuntungkan dari kombinasi antara pembangunan infrastruktur, diversifikasi ekspor, dan konsumsi domestik yang kuat.
Menurutnya, kebijakan pemerintah yang berkelanjutan menjadi faktor kunci. “Ekonomi Indonesia kemungkinan akan mengalami investasi yang signifikan di bidang infrastruktur dan permintaan domestik yang sehat,” ungkap James Cheo, dalam kegiatan HSBC: Indonesia & Asia Investment & Economic & Investment Outlook 2025, Jakarta, dikutip Jumat (10/1/2025).
Dia membeberkan, aktivitas manufaktur di Indonesia yang tercermin dari Purchasing Manager Index (PMI) menunjukkan tanda-tanda awal pemulihan.
“Yang menggembirakan, inflasi diperkirakan akan tetap di bawah level tengah target Bank Indonesia sebesar 2,5%, dan kebijakan fiskal yang cermat akan memberikan fondasi yang stabil untuk pertumbuhan,” paparnya.
Adapun defisit fiskal Indonesia yang diproyeksikan tetap di bawah 3% dari PDB, yang memungkinkan pemerintah untuk mempertahankan belanja infrastruktur dan kesejahteraan sosial.
”Meskipun nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar (USD-IDR) akan menghadapi tekanan karena US Dolar yang semakin kuat, James menyebut, pihaknya tetap optimis dengan Rupiah karena daya tarik imbal hasilnya.
“Kami memperkirakan nilai tukar USD-IDR akan mencapai 16.300 pada akhir tahun,” imbuhnya.
Adapun Bank Indonesia yang diperkirakan melakukan tiga kali penurunan suku bunga acuan di tahun 2025, yaitu 35 basis poin di kuartal pertama dan 50 basis poin di kuartal kedua, ungkap James.
“Dengan demikian, suku bunga acuan akan turun mennjadi 5,25% pada bulan Juni dari 6% saat ini. Penurunan suku bunga BI di awal tahun ini memperkuat rekomendasi kami untuk berinvestasi lebih banyak pada obligasi Rupiah dan obligasi berkualitas tinggi yang diterbitkan oleh BUMN,” tutupnya.