Jakarta Kebijakan tarif impor Amerika Serikat kembali menjadi pusat guncangan pasar global. Kali ini, kebijakan tersebut datang dari pemerintahan Trump yang baru kembali berkuasa. Dalam langkah agresifnya, AS menaikkan tarif impor terhadap produk-produk utama dari Tiongkok, memicu aksi balasan dari Beijing.
Efek domino langsung terasa di pasar keuangan global investor global buru-buru melepas aset berisiko dan memindahkan portofolionya ke safe haven assets seperti dolar AS, emas, dan obligasi negara maju.
Namun di tengah kepanikan ini, Indonesia justru menunjukkan ketahanan yang relatif baik dibandingkan banyak negara lain.
Rupiah Stabil Meski Tertekan
Dari sisi nilai tukar, menunjukkan rupiah hanya melemah 0,8% terhadap dolar AS dalam periode 2 hingga 8 April 2025. Ini tergolong stabil jika dibandingkan dengan negara lain seperti Brasil (-4,5%), Meksiko (-2,2%), atau bahkan Euro dan Yen yang masing-masing turun lebih dari 1%.
Ini menunjukkan bahwa pasar valuta asing tidak terlalu panik terhadap kondisi di Indonesia, bahkan ketika pengumuman kebijakan tarif itu bertepatan dengan masa libur Lebaran di dalam negeri.
Nilai tukar rupiah juga relatif terjaga, walaupun ada pelemahan tetapi kalau kita bandingkan negara lain di Jepang pelemahan itu sampai 50 persen demikian pula beberapa negara lain, kita masih lebih baik, kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip dari Antara, Selasa (9/4/2025).
Obligasi Masih Diincar Investor
Yang paling mencolok adalah kinerja pasar obligasi pemerintah Indonesia, yang justru mencatat inflow. Imbal hasil obligasi naik 9 basis poin, mengindikasikan adanya permintaan yang tetap kuat dari investor, terutama saat negara lain seperti Jepang (-24 bps), Arab Saudi (-20 bps), dan bahkan AS (-2 bps) mengalami penurunan yield akibat lonjakan permintaan yang menandakan flight to safety.
Ini menandakan bahwa Indonesia masih dianggap memiliki daya tarik di mata investor, bahkan di tengah gejolak kebijakan proteksionis AS.