Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia secara kumulatif pada periode Januari-Desember 2024 mencapai USD 264,70 miliar, atau setara Rp 4.327,8 triliun (kurs Rp 16.350 per dolar AS).Â
Jumlah itu naik 2,29 persen dibanding periode yang sama tahun 2023,. Sementara ekspor kumulatif nonmigas mencapai USD 248,83 miliar (Rp 4.068,3 triliun) atau naik 2,46 persen.
Namun, Kepala Laboratorium Supply Chain Management, Program Studi Teknik Industri Universitas Widyatama, Verani Hartati menyoroti kontribusi ekspor yang belum merata antar wilayah.
Berdasarkan data BPS, tiga provinsi berkontribusi hingga mencapai 33,65 persen dari seluruh ekspor nasional pada Januari-Desember 2024. Antara lain, Jawa Barat yang menyumbang sebesar USD 37.872,3 juta (14,31 persen), Jawa Timur sebesar USD 25.716,1 juta (9,72 persen), dan Kalimantan Timur sebesar USD 25.461,5 juta (9,62 persen).Â
Kami mendorong peningkatan ekspor berdasarkan produk atau komoditas pertanian, kehutanan, dan perikanan potensial setiap wilayah. Hal ini tidak hanya untuk kepentingan ekspor, tetapi juga untuk pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah, ujarnya, Selasa (28/1/2025).
Adapun ekspor produk pertanian, kehutanan, dan perikanan meningkat 29,81 persen, yang disebabkan peningkatan ekspor kopi. Sedangkan ekspor produk pertambangan dan lainnya turun 10,20 persen yang disumbang penurunan ekspor batubara.
Untuk program peningkatan ekspor wilayah, Verani menambahkan, itu harus didukung dengan peningkatan aksesibilitas. Juga konektivitas logistik yang dilakukan secara sinergis antar kementerian/lembaga, baik untuk transportasi laut maupun transportasi hinterland.
Peningkatan konektivitas logistik harus dilakukan berdasarkan pemetaan rantai pasok (supply chain mapping) melalui identifikasi wilayah-wilayah pasokan dan negara-negara tujuan ekspor. Selain itu, perlu pengembangan hub & spoke yang tepat, termasuk penetapan pintu-pintu ekspor, urainya.Â