Jakarta – Grup Evergrande mengatakan, likuidatornya berusaha kembali mendapatkan sekitar USD 6 miliar atau sekitar Rp 96,97 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.163). Permintaan itu ditujukan kepada tujuh terdakwa termasuk pendiri Hui Kay Yan.
Mengutip Channel News Asia, ditulis Selasa (6/8/2024), dengan kewajiban lebih dari USD 300 miliar, pengembang properti dengan utang terbesar di dunia itu diperintahkan oleh Pengadilan Tinggi Hong Kong untuk melikuidasi pada Januari setelah gagal menawarkan rencana restrukturisasi konkret untuk utang luar negeri sebesar USD 23 miliar atau sekitar Rp 371,68 triliun.
Dalam sebuah pengajuan, likuidator telah memulai proses hukum pada akhir Maret terhadap tujuh terdakwa yang juga termasuk mantan CEO Xia Haijuan dan mantan Chief Financial Officer (CFO) Pan Darong serta mantan pasangan pendiri Hui Ding Yumei dan tiga entitas yang terkait dengan Hui dan Ding.
Likuidator mengatakan telah memperoleh putusan pengadilan yang melarang Hui, Ding, dan Xia untuk berurusan dengan membuang atau mengurangi nilai aset nya di global hingga berbagai batas yang ditentukan.
Perintah kerahasiaan pada putusan pengadilan dan proses hukum dicabut oleh pengadilan pada 2 Agustus.
“Proses hukum masih berlangsung dan belum ada kepastian apakah proses hukum akan berhasil atau tidak dan mengenai jumlah yang pada akhirnya dapat diperoleh kembali oleh perusahaan,” ujar likuidator bersama Edward Middleton dan Tiffany Wong dari Alvarez dan Marsal.
Likuidator bertujuan memperoleh kembali dividen dan remunerasi senilai USD 6 miliar yang dibayarkan Evergrande kepada tujuh terdakwa berdasarkan laporan keuangan yang diduga salah dari 2017-2020.
The China Securities Regulatory Commission pada awal tahun ini menemukan unit utama Evergrande di dalam negeri, Henda Real Estate telah melebih-lebihkan pendapatan sebesar USD 78 miliar selama dua tahun hingga 2020.
Perusahaan itu mengatakan pada Senin, 5 Agustus 2024 kalau sahamnya akan tetap ditangguhkan hingga pemberitahuan lebih lanjut.