Jakarta – Harga cabai rawit merah saat ini mengalami lonjakan yang cukup signifikan di berbagai daerah, bahkan mencapai angka Rp 150 ribu hingga lebih.
Ya harga cabai rawit tinggi, sangat tinggi bahkan. Sampai tembus di beberapa daerah itu 150, bahkan ada di atas itu. Tapi secara rata-rata memang masih di atas Rp 100 ribu, kata Ketua Umum DPP IKAPPI, Abdullah Mansuri, kepada www.wmhg.org, Jumat (17/1/2025).
Ia menjelaskan harga cabai rawit ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama masalah produksi yang terbatas. Menurutnya, cuaca ekstrem seperti banjir atau ketidakpastian cuaca sangat mempengaruhi hasil panen cabai. Ini menjadikan pasokan cabai rawit menjadi terbatas dan berdampak pada harga yang terus melonjak.
Rp100 ribu atau Rp 120 ribu cabai rawit merah. Apa penyebabnya? Faktor produksinya tidak banyak. Ada beberapa yang gagal, ada beberapa yang tidak tanam, baru tanam, ujarnya.
Selain itu, harga cabai rawit yang melambung tinggi tentunya mempengaruhi daya beli konsumen. Semakin tinggi harga, semakin banyak konsumen yang akan berpikir dua kali sebelum membeli.
Apakah harga cabai rawit mempengaruhi daya beli konsumen? Pasti. Kalau harganya tinggi, pasti akan mempengaruhi daya beli konsumen. Itu hukum alam pasti. Jadi semakin tinggi harganya, maka pelanggan beli juga akan berpikir. Untuk membeli itu, karena terlalu tinggi, ujarnya.
Pentingnya Desain Pangan yang Terencana untuk Mengatasi Fluktuasi Harga Cabai
Namun, ada solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kenaikan harga, yaitu dengan mencampur cabai rawit dengan jenis cabai lainnya, sehingga harga per kilogram bisa sedikit lebih terjangkau. Meskipun distribusi juga turut mempengaruhi harga, faktor produksi tetap menjadi faktor dominan yang menyebabkan fluktuasi harga cabai rawit.
Solusinya kalau tetap mau beli cabai rawit dengan harga yang turun, adalah dioplos, dicampur dengan cabai yang lain. Apakah pasokan cabai rawit dari petani cukup lancar? Tidak, banyak yang gagal, banyak yang baru tanam. Karena memang cuaca itu mempengaruhi, jelasnya.