Jakarta – Harga minyak mentah ditutup menguat tipis pada perdagangan Jumat, 20 Desember 2024. Penguatan harga minyak terjadi seiring pasar mempertimbangkan permintaan China dan harapan penurunan suku bunga setelah data menunjukkan penurunan inflasi Amerika Serikat (AS).
Mengutip CNBC, Sabtu (21/12/2024), harga minyak Brent naik 6 sen atau 0,08 persen ke posisi USD 72,94 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 8 sen atau 0,12 persen ke posisi USD 69,46 per barel. Harga minyak acuan itu akhiri pekan dengan merosot 2,5 persen.
Di sisi lain, dolar AS merosot dari level tertinggi dalam dua tahun, tetapi menuju kenaikan minggu ketiga berturut-turut. Hal ini setelah data menunjukkan penurunan inflasi Amerika Serikat dua hari setelah the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS memangkas suku bunga acuan. Namun, the Fed memangkas prospeknya untuk penurunan suku bunga tahun depan.
Dolar AS yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lain. Sedangkan penurunan suku bunga dapat meningkatkan permintaan minyak.
Inflasi melambat pada November 2024, mendorong indeks wall street menguat dalam perdagangan yang bergejolak.
“Kekhawatiran the Fed akan menghentikan dukungannya terhadap pasar dengan skema suku bunganya telah sirna,” ujar Partnet Again Capital di New York, John Kilduff.
Ia menambahkan, ada kekhawatiran di pasar tentang prospek permintaan, terutama yang berkaitan dengan China. “Jika kita akan kehilangan dukungan moneter dari the Fed, itu seperti pukulan ganda,” ujar Kilduff.
Di sisi lain, perusahaan penyulingan milik China, Sinopec menuturkan, impor minyak mentah China dapat mencapai puncaknya paling cepat pada 2025. Konsumsi minyak di China akan mencapai puncak pada 2027 karena permintaan untuk solar dan bensin melemah.
Senior Research Specialist LSEG, Emril Jamil menuturkan, OPEC+ membutuhkan disiplin pasokan untuk menaikkan harga dan menenangkan kegelisahan pasar atas revisi berkelanjutan prospek permintaannya.