Jakarta Hasil kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) menyatakan, kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi justru berisiko mendorong peredaran rokok ilegal. Hasil kajian PPKE juga menunjukkan adanya hubungan elastisitas harga terhadap permintaan rokok.
Hal itu dikemukakan oleh direktur PPKE FEB UB, Prof. Dr. Candra Fajri Ananda pada focus group discussion (FGD) Menavigasi Kenaikan Tarif Cukai dan Peredaran Rokok Ilegal Demi Menjaga Keseimbangan Kebijakan IHT di Indonesia, di Hotel Atria, Malang, Jumat (27/09/2024).
Candra Fajri mengemukakan, rokok golongan 1 memiliki elastisitas harga yang negatif yang ternyata lebih sensitif terhadap perubahan harga dibandingkan konsumen rokok golongan 2 dan 3.
Hasil analisis tersebut selaras dengan perkembangan industri hasil tembakau (IHT), dimana penurunan produksi terjadi paling besar pada golongan 1 sehingga berdampak juga pada penurunan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT), imbuhnya.
Candra Fajri mengatakan, ketika tarif cukai naik dan harga rokok Golongan 1 (rokok mahal) menjadi semakin tinggi, konsumen yang sensitif terhadap harga mungkin mulai berpindah ke rokok golongan 2 dan 3 atau golongan yang lebih murah, yang cukainya lebih rendah.
Sehingga sebetulnya, jumlah total rokok yang dikonsumsi tidak berkurang, hanya pergeseran dari produk mahal ke yang lebih murah terjadi pada konsumen, katanya.
Candra Fajri juga menyampaikan, terdapat korelasi negatif yang kuat antara volume produksi rokok golongan 2 dan 3 terhadap peredaran rokok ilegal. Hal itu menunjukkan bahwa ketika volume produksi rokok golongan 2 dan 3 meningkat, peredaran rokok ilegal cenderung menurun. Artinya, peningkatan ketersediaan rokok golongan 2 dan 3 yang lebih terjangkau dapat menekan pasar rokok illegal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai tidak efektif menurunkan jumlah konsumsi rokok karena ketika tarif cukai dinaikkan, maka mendorong konsumen untuk beralih ke produk ilegal yang lebih terjangkau, ujarnya.