Jakarta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menyatakan jika uji klinis merupakan salah satu komponen penting dalam menarik investasi di industri farmasi dan kecantikan. Dengan uji klinis yang baik, investor akan tertarik pada Indonesia, dan mempercayakan produksinya.
Dia mengatakan bahwa pada Februari, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan datang guna mengecek kesiapan Indonesia untuk bergabung sebagai salah satu otoritas terdaftarnya (WHO-Listed Authority), sehingga pihaknya bersiap dengan memantau kapasitas sejumlah lab uji klinik.
Taruna menjelaskan, kemampuan melakukan uji klinis adalah salah satu yang menjadi bahan pertimbangan organisasi internasional itu, selain praktik kebijakan serta produksi obat-obatan yang baik.
Saat ini, katanya, Indonesia baru mencapai maturitas level 3 dari WHO NRA Benchmarking, dan RI ingin naik jadi tingkat maturitas 4 atau 5.
Bulan depan untuk menggapai posisi itu, kita akan dikunjungi langsung dari tim, dari WHO ke Indonesia, ke Jakarta. Kan ini sudah beberapa bulan, hampir 5-6 bulan sudah tiap saat melakukan asesmen lewat online, kata Taruna.
Pihaknya berkunjung ke sejumlah laboratorium uji klinis, salah satunya milik Equilab, guna mengecek kesiapan kapasitas uji klinis, misalnya untuk uji kosmetik.
Equilab, katanya, memiliki reputasi yang sangat bagus di Asia Tenggara. Berdasarkan pengamatannya, lab tersebut sesuai dengan standar BPOM.
Berbagai regulasi dibuat untuk kemudahan berinvestasi, namun BPOM tetap mengikat perusahaan dengan ketentuan transfer teknologi setelah lima tahun di Indonesia. Yang kedua dengan cara seperti ini juga bisa menurunkan harga obat, katanya.