Jakarta Indeks dolar AS yang menguat kerap memberikan tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan investor untuk beralih ke aset yang dianggap lebih aman, seperti dolar AS, saat menghadapi ketidakpastian ekonomi global.
Namun, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menjelaskan Bank Indonesia memiliki beberapa strategi untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil, terutama di tengah situasi global yang tidak menentu.
Salah satu langkah utama yang dilakukan BI adalah dengan aktif berada di pasar untuk melakukan intervensi. Menurut Perry, BI melakukan intervensi baik secara tunai di pasar spot maupun dengan mekanisme Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
Selain itu, dengan cadangan devisa Indonesia yang cukup besar, yakni mencapai USD 155,4 miliar, menjadi salah satu faktor penopang stabilitas rupiah terhadap dolar AS.
Cadangan ini diperoleh dari aliran masuk (inflow) yang terjadi pada periode sebelumnya dan kini dimanfaatkan untuk menjaga nilai tukar.
Kami terus berada di pasar terus melakukan stabilitas nilai tukar rupiah, dan cadangan devisa kami cukup besar Rp 155,4 miliar, dan kami kumpulkan ini pada saat dulu terjadi inflow, dan kami gunakan untuk menjaga stabilitas dari sisi nilai tukar ini, kata Perry dalam Konferensi Pers KSSK, di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/1/2025).
Pentingnya Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter
Menurut Perry, upaya koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter juga menjadi kunci keberhasilan BI dalam menjaga stabilitas. Ia menyebutkan bahwa BI dan Kementerian Keuangan bekerja erat dalam hal pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Caranya bagaimana? yaitu kami intervensi secara tunai di pasar spot maupun juga secara forward domestik non delivery forward dan koordinasi bu Menteri Keuangan untuk pemilihan SBN dari pasar sekunder, jelasnya.
Adapun pada tahun lalu, Bank Indonesia membeli SBN senilai Rp 178,4 triliun sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas nilai tukar. Untuk tahun ini, BI kembali berencana melanjutkan pembelian SBN dari pasar sekunder, termasuk dalam mekanisme burden sharing dengan total yang direncanakan mencapai Rp 100 triliun.
Insyallah kami bisa membeli lebih dari itu sehingga bisa melakukan stabilitas, ujarnya.