Jakarta Kementerian Perindustrian menyatakan tidak akan membayar dana, baik yang sudah diberikan oleh vendor kepada oknum mantan Aparat Sipil Negara (ASN) berinisial LHS maupun dana yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang didasarkan pada SPK fiktif.
LHS merupakan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kementerian Perindustrian yang dicopot dari jabatannya karena diduga menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif memaparkan alasan dari keputusan tersebut. Pertama, dana yang sudah diberikan vendor kepada LHS atau digunakan untuk kegiatan didasarkan pada SPK fiktif. Kedua, kesalahan vendor yang tidak cermat dalam mempelajari SPK fiktif, sehingga mereka dirugikan.
“Apabila Kemenperin melakukan pembayaran dana yang keluar berdasarkan SPK fiktif dengan menggunakan anggaran tahun 2025, artinya anggaran tersebut tidak dipakai sesuai peruntukkannya, tapi malah untuk membayar vendor-vendor tersebut. Hal tersebut bisa dinilai sebagai perbuatan melawan hukum dan berindikasi pidana korupsi. Kami tidak mau melanggar hukum dan melakukan korupsi demi membayar vendor-vendor tersebut. Kami antikorupsi..!” kata Febri yang pernah berkecimpung sebagai aktivis antikorupsi selama belasan tahun, Senin (10/2).
Febri juga menginformasikan bahwa Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan tidak terpengaruh oleh gertakan dari pihak-pihak tertentu, termasuk melalui media massa, yang bertujuan meminta Kemenperin untuk melakukan pembayaran.
Menperin yang memerintahkan pertama kali untuk membongkar praktik busuk ini melalui konferensi pers pada tanggal 6 Mei 2024. Tujuannya adalah untuk kepentingan publik, yakni agar dugaan penipuan dan penggelapan LHS melalui SPK Fiktif bisa diketahui publik, terutama pihak-pihak yang telah menerima SPK fiktif dari LHS.
“Menperin memandang, kejadian ini menjadi jalan bagi Kemenperin untuk melakukan bersih-bersih diinternal Kemenperin dalam pelaksanaan anggaran. Menperin memastikan para pelaksana anggaran, termasuk PPK, bekerja sesuai dengan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang berlaku,” kata Febri.
Menurut Febri, Kemenperin akan melaporkan kasus dugaan SPK fiktif ke aparat penegak hukum besok (11/2). Kemenperin juga meminta kepada aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan LHS, agar tidak berlarut-larut dan tidak memberikan kesempatan bagi LHS untuk melakukan tindakan yang lebih merugikan.
“Hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak terkait,” tegasnya.